Pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan dan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Evans (2003) membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi diluar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk dalam pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd (2001) memasukkan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar dan regulasi, yaitu:
1. Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure)
Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No. Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri.
2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku.
Sedangkan dari sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai.
Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup)
2. Fair disclosure (pengungkapan wajar)
3. Full disclosure (pengungkapan penuh)
Pengukuran Tingkat Pengungkapan
Pengukuran tingkat pengungkapan menggunakan indeks pengungkapan. Penelitian terdahulu yang menggunakan indeks pengungkapan untuk mengukur tingkat pengungkapan perusahaan dibagi dalam dua kelompok, yaitu penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan dengan pembobotan. Kedua jenis indeks pengungkapan ini dapat dikembangkan sendiri oleh peneliti atau dikembangkan lembaga tertentu.
Dari beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang pengungkapan wajib menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan, sedangkan penelitian tentang pengungkapan sukarela terbagi menjadi dua kelompok yaitu, menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan menggunakan indeks pengungkapan dengan pembobotan.
Kualitas Laba
Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsi (perceived noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin,2003) dalam Sekar (2004), sedangkan Ayres (1994) menyatakan bahwa laba akuntansi dikatakan berkualitas apabila elemen-elemen yang membentuk laba tersebut dapat diinterprestasikan dan dipahami secara memuaskan oleh pihak yang berkepentingan.
Conservatism index (C-score) sebagai proksi konservatisme neraca, earnings quality indicator (Q-score) untuk menghitung tingkat konservatisme laporan rugi laba, dan earnings Response Coefficient (ERC) merupakan ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba. Pada penelitian ini kualitas laba diukur dengan menggunakan ERC, karena pada penelitian-penelitian dipasar modal, untuk mengukur besarnya reaksi pasar terhadap informasi laba digunakan ERC.
Beberapa peneliti telah mengukur kualitas laba dengan ERC antara lain Balsam et al (2003), Teoh dan Wong (1993), Fan dan Wong (2003), Choi dan Jeter (1990) dan Warfield et al (1998). Lev (1989), Bandyopadhyay (1994), Sekar (2004), Agung (2005), Gideon (2005), menyatakan bahwa besaran ERC menunjukkan kualitas earnings perusahaan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas.
ERC dari setiap sekuritas berbeda-beda besarannya karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ERC. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi ERC seperti persistensi laba (Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan Zmijweski,1989), risiko sistematis (Collins dan Kothari ,1989), pertumbuhan perusahaan (Collins dan Kothari ,1989), struktur modal (Dhaliwal et al ,1991; Biddle dan Seow ,1991; Kim et al,2000) , besaran perusahaan (Easton dan Zmijweski,1989; Chaney dan Jeter,1991; Baginski,1999) .