“Membangun keunggulan kompetitif perusahaan dengan menghilangkan empat hambatan implementasi strategi. Yakni hambatan visi (vision barrier), hambatan manajemen (management barrier), hambatan operasional (operational barrier), dan hambatan SDM (people barrier)“.
Di tulisan ini, saya ingin mengeksplorasi tugas-tugas manajemen puncak mengatasi hambatan implementasi strategi tersebut.
Untuk membangun keunggulan kompetitif perusahaan, manajemen puncak perlu pertama-tama menetapkan strategi yang tepat.
Kali ini Saya ingin menggunakan pendekatan Tracy & Wiersema yang masih populer tersebut (The Discipline of Market Leaders, 1995). Mereka menyatakan bahwa keunggulan kompetitif perusahaan dapat dibangun di atas salah satu dari tiga disiplin nilai. Pertama, operasional prima (operational excellence). Perusahaan yang menggunakan strategi ini berupaya mencapai biaya paling efisien pada setiap proses bisnis yang menghasilkan kualitas jasa dan barang sesuai harapan pelanggan. Kedua, keakraban dengan pelanggan (customer intimacy). Perusahaan yang menggunakan strategi ini mempertahankan bisnis dengan menunjukkan pemahaman luar biasa pada kebutuhan dan harapan pelanggan melebihi rata-rata kompetitor. Ketiga, produk atau layanan yang senantiasa inovatif dan terdepan (product leadership).
Perusahaan yang menggunakan strategi ini membangun keunggulan kompetitif dengan terus-menerus menciptakan produk atau layanan yang paling canggih, paling baik, paling inovatif.
Manajemen puncak, manajer madya dan karyawan perlu memahami implikasi setiap strategi. Perbedaan tema strategi membutuhkan seperangkat indikator keberhasilan (key performance indicator – KPI) yang berbeda pula. Menjalankan bisnis seperrti biasa, akan mendapatkan hasil yang biasa-biasa. Menjalankan bisnis dengan luar biasa, dengan disiplin eksekusi strategi, akan memberikan hasil yang lebih baik.
Pada perusahaan dengan orientasi operasional prima (operational excellence), pekerjaan rumah manajemen ialah memastikan seluruh karyawan untuk selalu berpikir mengenai efektifitas biaya. Apakah ada item biaya yang dapat dikurangi. Di mana terjadi pemborosan biaya. Bagaimana bila biaya dikalkulasi berdasarkan aktifitas (activity based costing). Pemicu biaya (cost driver) mana yang perlu distudi. Mana aktifitas yang tidak memberi nilai tambah. Aktifitas berbiaya (cost activities) mana yang perlu dihilangkan. Mana item biaya yang paling besar. Apakah ada kemungkinan aktifitas dikerjakan bersama-sama sehinga total biaya lebih murah (shared services, shared activities), dan seterusnya. HP secara disiplin menggunakan mainstream strategi ini. Maka kita melihat betapa harga printer dan PDA mereka meluncur turun untuk merangsek pasar.
Pada perusahaan dengan orientasi keakraban pelanggan (customer intimacy), maka harus dipastikan semua karyawan memahami dengan benar arti penting pelanggan. Siapakah pelanggan. Bagaimana perilaku pelanggan yang dihadapi. Hal-hal apa yang paling disukai pelanggan. Apa yang membuat pelangan tidak puas dan lari. Bagaimana menciptakan customer delight. Bagaimana membuat pelanggan loyal. Bagaimana meningkatkan wallet share pelanggan. Bagaimana memaksimalkan profitabiltas pelanggan, dan seterusnya. Microsoft meluncurkan Windows XP berbahasa Indonesia, sebagai jawaban bagaimana mereka memahami kesulitan pengguna Windows yang belum cas cis cus.
Pada perusahaan yang memfokuskan strateginya pada kepemimpinan produk (product leadership), pertanyaannya ialah bagaimana mendorong karyawan senantiasa memiliki kreatifitas dan inovasi. Bagaimana menghilangkan budaya ketakutan, budaya asal bapak atau ibu senang, budaya ikut sejarah, agar hambatan inovasi hilang. Bagaimana menyuburkan iklim komunikasi, dialog, perbedaan pendapat, brainstorming, mempertanyakan segala sesuatu (break the rules) dalam rangka menciptakan produk maupun layanan baru. Sony terkenal dengan budaya inovasi. Dan hasilnya beberapa bulan kini kita mulai melihat Playstation2 Mobile. Yang laku di mana-mana. Apple juga berhasil. Dan kita lihat iPod mendongkrak kinerja saham mereka secara drastis.
Inilah pertanyaan-pertanyaan utama penyempurnaan sistem manajemen yang membuat saya dan kita semua manajemen puncak tidak tidur nyenyak.
Seorang direksi, eksekutif, manajer tidak dapat seorang diri menciptakan perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif. Dibantu konsultan, seorang eksekutif puncak memiliki misi, visi, dan strategi. Tetapi eksekusi strategi berada di Heart, Head and Hand setiap karyawan. (dap).
Seorang direksi, eksekutif, manajer tidak dapat seorang diri menciptakan perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif. Dibantu konsultan, eksekutif puncak memiliki misi, visi, dan strategi. Tetapi eksekusi strategi berada di Heart, Head and Hand setiap karyawan.
Untuk membangun keunggulan kompetitif perusahaan, salah satu pekerjaan utama bagi kita para pengusaha, direktur, atau manajer ialah bagaimana membuat semua karyawan paham akan pentingnya bisnis. Dan lalu bagaimana mengerakkan karyawan bersama mencapai tujuan-tujuan bisnis tersebut.
Membuat karyawan “melek bisnis” berarti membuat karyawan paham, di posisi manapun ia berada, pada level apapun ia menjabat, dan fungsi apapun ia kerjakan selalu terkait dengan bottom line alias profit perusahaan. Di manapun posisi karyawan, apakah ia berada di cost center, revenue center, profit center atau investment center semuanya berpengaruh pada profit perusahaan (bottom line). Karena profit adalah revenue minus cost.
Bila karyawan berada di cost center, fokus perhatian tentunya bagaimana menahan laju kenaikan biaya. Lebih baik lagi, bagaimana menurunkan biaya-biaya operasional, dengan tentu saja mempertahakan kualitas hasil yang telah dicapai. Bagi karyawan yang ada di posisi revenue center, pekerjaan rumahnya tentu bagaimana meningkatkan pendapatan perusahaan setinggi mungkin. Sedangkan untuk pemegang jabatan pada posisi profit center, pertanyaannya tentu bagaimana ia mengelola pendapatan dana biaya sehingga bisa mendapatkan profit setinggi-tingginya. Adapun bagi para karyawan di posisi investment center, bagaimana mengelola unit bisnis yang dipercayakan para investor, sedemikian sehingga memberikan imbal investasi(return on investment, on asset, on equity) yang baik.
Pertanyaannya kemudian, mampukah manajemen mengidentifikasi dan menetapkan sejumlah indikator keberhasilan yang jelas untuk tiap-tiap posisi sesuai dengan karakteristik posisi tersebut? Agar pekerjaan dan hasil pekerjaan karyawan berkontribusi langsung maupun tak langsung pada kinerja perusahaan? Setelah itu, mampukah manajemen mensosialisasi dan menginternalisasikan agar pemegang jabatan pada posisi tersebut menghayati peran dan kontribusinya pada bisnis perusahaan?
Untuk membangun keunggulan kompetitif perusahaan, pekerjaan rumah manajemen puncak ada dua.
Pertama, sisi bisnis (business approach). Pekerjaan rumah manajemen di sini ialah membuat sistem manajemen yang benar. Sistem manajemen yang mampu menghasilkan analisis strategik dengan benar, membuat misi dan visi yang tepat, menciptakan strategi yang sesuai pasar. Sistem yang dapat menyelaraskan indikator keberhasilan di level korporat dengan level divisi, departemen, seksi sampai individual frontliner atau operator. Sistem yang mampu menjalankan monitoring untuk memastikan seluruh pihak bergerak ke arah yang benar. Memastikan rencana kerja benar-benar dieksekusi. Sistem yang memastikan tersedia sistem control, feeebadk and action, yang dapat mengembalikan semuanya pada jalur cepat pencapaian target menantang yang telah ditetapkan di awal tahun.
Kedua, sisi kultural (cultural approach). Pekerjaan rumah manajemen di sini ialah menciptakan karyawan yang profesional. Profesional berarti memiliki kompetensi, punya sikap yang sesuai, kepribadian yang dibutuhkan, cara berpikir yang pas, dan nilai-nilai yang sejalan. Seorang karyawan profesional mampu mengekekusi strategi manajemen puncak dengan benar. Karyawan yang kompeten dapat membuat investor tidur nyenyak, atau direktur menikmati liburan akhir pekan. Karyawan yang tidak profesional membuat frustasi. Karyawan tak kompeten menguras energi, menghabiskan waktu, dan menghancurkan keseimbangan emosi.
Sampai di sini, pekerjaan rumah terbesar kemudian yang saya lihat adalah duplikasi. Bagaimana menemukan role model yang pas untuk perusahan kita? Bagaimana mengidentifikasi kompetensi yang dimilikinya? Dan bagaimana membuat karyawan dapat mengidentifikasi kompetensi tersebut?
PR ini menjadi makin penting pada perusahaan yang menjadi besar oleh gaya manajemen keluarga, dan kini harus mulai bertransformasi ke perusahan yang dikelola secara profesional. Atau perusahan kecil yang beranjak besar. Atau perusahaan muda usia yang sedang mengalami pertumbuhan dan mulai kebingungan karena sistem manajemen yang ada tak mampu mengikuti kompleksitas problem manajemen yang dihadapi perusahaan.
Perusahaan keluarga (family business) yang bertumbuh besar, bila tak sanggup bertransformasi menjadi perusahan yang dikelola secara sistem, memiliki resiko pertumbuhan melandai, negatif dan lalu penurunan di generasi berikutnya. Studi longitudinal pada perusahaan-perusahaan visioner menunjukkan sistemlah yang membuat perusahan kecil bertumbuh dan lalu menjadi besar. Sistem yang membuat perusahaan besar menjadi berumur panjang. Sistem yang membuat perusahaan berumur panjang bertahan beberapa generasi.
Sebaik apapun strategi yang dibuat, tak akan berbunyi di lapangan, tanpa didukung SDM kompeten. Kedua pilar ini saling mendukung satu sama lain. Karyawan profesional yang tak didukung strategi tepat, atau strategi yang brilyan namun dieksekusi karyawan tidak kompeten, keduanya akan menuai ROI, ROE, ROA negatif.
Bila pertanyaannya dimulai dari mana? Saya akan menjawab “kedua-keduanya, secara bersamaan”. Bila pertanyaannya sebaiknya dimulai kapan? Saya akan menjawab “kemarin”(dap).