Rotating X-Steel Pointer

Jumat, 04 Maret 2011

BEDAH BUKU : Theodorus M. Tuanakotta




Judul Buku: Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif
Penerbit: Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia
Tahun: 2007
Jumlah halaman: 609 halaman, xiii
Penulis: Theodorus M. Tuanakotta

Praktik akuntansi forensik tumbuh dengan pesat tidak lama setelah krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997. tingkat korupsi yang masih tinggi juga menjadi pendorong yang kuat untuk berkembangannya praktik akuntansi forensik di Indonesia. Sementara itu, banyak orang menunjuk Sarbanes-Oxley Act 2002 (SOX) sebagai tonggak penting perkembangan akuntansi forensik. SOX merupakan reaksi keras atas kegagalan perusahaan besar, seperti Enron, yang menjual sahamnya di bursa saham akibat fraud. Kasus Enron ikut menyeret keterlibatan kantor Akuntan Publik yang gagal mendeteksi adanya fraud di perusahaan tersebut.

Buku Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif karangan Theodorus M. Tuanakota berusaha menjawab berbagai pertanyaan seputar fraud, pencegahan, pendeteksian, sampai dengan pengungkapan fraud melalui audit investigatif dan akuntansi forensik yang merupakan inti dari buku ini. Buku dibagi dalam lima bagian dan terdiri dari tiga puluh bab. Theodorus menjelaskan istilah akuntansi forensik lebih tepat digunakan jika sudah bersinggungan dengan bidang hukum. Sementara hasil audit investigatif dapat, tetapi tidak harus, digunakan dalam proses pengadilan atau bentuk penyelesaian hukum lainnya. Dalam penerapannya akuntansi forensik memang banyak bersinggungan dengan hukum. Pengungkapan kasus Bank Bali adalah contoh keberhasilan akuntansi forensik. Auditor PwC berhasil menunjukkan aliran dana yang bersumber dari pencairan dana penjaminan Bank Bali.

Theodorus mencatat akuntansi forensik pada dasarnya sudah dipraktikan di Indonesia jauh sebelum krisis ekonomi. BPKP berperan besar dalam bidang ini pada masa pemerintahan orde baru. Banyak audit khusus yang dilakukan BPKP dalam tiga dekade merupakan akuntansi forensik.

Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud. Mengingat tingkat korupsi di Indonesia sangat tinggi pembahasan masalah korupsi memperoleh perhatian yang cukup luas pada buku ini. Theodorus bahkan merasa perlu menempatkan pembahasan masalah korupsi dan investigasi tindak pidana korupsi pada bab tersendiri, sekali pun di bab-bab yang lain juga banyak menyinggung masalah korupsi. Dapat dikatakan pemberantasan korupsi menjadi topik utama dalam buku Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif ini. Untuk dapat melaksanakan akuntansi forensik yang memadai, seorang akuntan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang korupsi. Hal ini karena bagian terbesar kasus fraud di Indonesia yang melibatkan akuntansi forensik terkait dengan masalah korupsi.

Upaya pemberantasan korupsi dan fraud pada umumnya akan terus berlanjut. Namun upaya itu harus dibarengi dengan upaya pencegahannya. Seperti menangani penyakit, lebih baik mencegah dari pada mengobati. Dari segi biaya, mencegah terjadinya fraud jauh lebih murah dibanding dengan kerugian yang diakibatkan fraud. Untuk mencegah fraud harus dihilangkan penyebabnya. Jika fraud disebabkan untuk memenuhi kebutuhan (by need) upaya mencegahnya adalah dengan meningkatkan kesejahteraan pegawai. Maraknya korupsi di kalangan pegawai negeri di Indonesia salah satunya disebabkan rendahnya gaji pegawai negeri. Untuk itu pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri. Terjadinya fraud juga tidak dapat dilepaskan dari kesempatan (by opportunity). Untuk itu tidak ada cara lain kecuali menutup setiap peluang dan kesempatan untuk melakukan fraud. Melalui pengendalian intern yang efektif diharapkan dapat mencegah dan mengurangi peluang dan kesempatan terjadi fraud, meskipun tidak menjamin 100% bebas fraud. Sebaik-baiknya sistem masih dapat ditembus jika terjadi kolusi antara dua atau lebih pelaku fraud.

Di samping pengendalian intern, dua konsep lainnya dalam pencegahan fraud adalah menanamkan kesadaran tentang adanya fraud dan upaya menilai risiko terjadinya fraud. Tidak kalah pentingnya adalah keteladanan dari pimpinan. Kasus-kasus fraud menunjukkan bahwa contoh negatif yang diberikan pimpinan cepat ditiru oleh bawahannya. Banyak orang berpendapat akhir-akhir ini Indonesia mengalami krisis pimpinan yang dapat dijadikan teladan dan panutan. Tidak mengherankan apabila sampai dengan saat ini Indonesia masih masuk dalam jajaran negara dengan tingkat korupsi paling tinggi.
Diyakini, meskipun belum pernah ada penelitian tentang besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia, fraud yang terungkap relatif kecil dibandingkan dengan fraud yang sebenarnya. Inilah gejala gunung es, hanya tampak kecil di permukaan. Upaya pendeteksian fraud masih perlu ditingkatkan. Melalui profiling orang/kelompok/organisasi pelaku fraud dapat diketahui secara dini potensi seseorang/kelompok/organisasi akan berbuat fraud. Barangkali aparat penegak hukum Indonesia juga perlu melakukan profiling terhadap organisasi atau instansi pemerintah yang memiliki potensi fraud tinggi. Dengan demikian upaya pendeteksian fraud dapat lebih fokus dan efektif.

Banyaknya kasus-kasus fraud (termasuk korupsi) telah memacu berbagai pihak untuk mengungkapnya melalui audit investigasi. Audit investigasi tidak selalu bermuara ke penyelesaian secara hukum. Ada banyak kemungkinan kegunaan melakukan audit investigasi. Namun dalam konteks buku ini audit investigasi dimaksudkan untuk mengumpulkan, menganalisis dan membuat ikhtisar bukti-bukti sebagai kelengkapan pembuktian di pengadilan. Oleh karena itu audit investigasi diarahkan agar sejalan dengan pembuktian menurut KUHAP.

Teknik audit yang biasa diterapkan dalam audit umum seperti pemeriksaan fisik, konfirmasi, memeriksa dokumen, review analitikal, meminta penjelasan tertulias atau lisan kepada auditan, menghitung kembali dan mengamati pada dasarnya dapat digunakan untuk audit investigatif. Hanya dalam auidt investigatif, teknik-teknik audit tersebut bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan”, atau probing maupun pendalaman. Secara khusus Theodorus menekankan pentingnya review analitikal. Ciri seorang auditor (investigator) yang tangguh adalah mampu berpikir analitis. Kuasai gambaran besarnya lebih dulu. Review analitikal menekankan pada penalaran, proses berpikirnya. Dengan penalaran yang baik akan membawa pada seorang auditor atau investigator pada gambaran mengenai wajar, layak, atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh atau agregat. Review analitikal didasarkan atas perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi. Jika terjadi kesenjangan harus dicari jawabannya apakah karena fraud, kesalahan, atau salah merumuskan standar.

Selain teknik audit yang biasa digunakan dalam audit umum, ada bebarapa teknik audit investigatif yang bisa diterapkan apabila tidak ditemukan bukti dokumen (audit trail). Net worth method dan expenditure method adalah teknik audit untuk menelusuri ketidakwajaran penghasilan dan atau pola konsumsi pelaku fraud. Teknik lain adalah dengan menelusuri aliran uang (follow the money). PPATK mengidentifikasi aliran uang mencurigakan yang dilakukan melalui sistem perbankan atau lembaga keuangan bukan bank. Pelaku fraud cenderung mencuci uang hasil kejahatan melalui lembaga-lembaga keuangan dengan cara placement, layering dan integration.

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia banyak terkendala oleh masalah pembuktian, terutama apabila kejadiannya sudah cukup lama. Di samping itu asas praduga tak bersalah menyulitkan aparat penegak hukum untuk membuktikan kasus-kasus korupsi. Berbeda dengan di Hong Kong, misalnya, Independent Commision Against Corruption (semacam KPK di Indonesia) menciptakan preseden hukum bahwa dalam kasus korupsi seseorang dianggap bersalah sampai terbukti tidak bersalah (guilty until proven innnocent). Belum adanya lembaga perlindungan saksi ikut berperan pada kurang optimalnya upaya pemberantasan korupsi dan fraud pada umumnya. Saksi memegang peran penting dalam pengungkapan fraud.

Secara umum buku Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif karangan Theodorus M. Tuanakota ini layak untuk dibaca terutama oleh mereka yang berkecimpung di bidang audit investigatif dan banyak menangani kasus korupsi. Dari segi bahasa tentu lebih mudah dipahami karena ditulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Dari segi materi memang tidak ada hal yang baru bagi mereka yang pernah mengikuti diklat investigasi, penyelidikan dan penyidikan, apalagi mereka yang sudah memperoleh CFE (certified fraud examiner). Namun biar bagaimanapun buku ini tetap memperkaya kasanah perbukuan di bidang akuntansi forensik dan audit investigatif yang didominasi oleh buku-buku berbahasa asing. Buku ini bisa juga dijadikan ensiklopedia masalah korupsi di Indonesia mengingat banyaknya kasus-kasus korupsi yang dijadikan referensi dalam penulisannya. Kita dapat mengikuti rekam jejak upaya pemberantasan korupsi yang pernah dan sedang berlangsung di Indonesia.