Rotating X-Steel Pointer

Rabu, 23 Juni 2010

Studi Kasus Pergantian Auditor Sebagai Kewajiban atau Sukarela pada PT BAT dan PT Aqua Mississippi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku merupakan cermin dari sifat seseorang, jika seseorang berperilaku baik maka dapat diindikasikan bahwa sifat orang tersebut juga baik dan jika seseorang berperilaku kurang baik maka dapat diindikasikan pula bahwa sifat dari orang tersebut juga kurang baik. Sama halnya dengan auditor yang memiliki berbagai perilaku sebagai seorang pribadi atau sebagai seorang manusia.
Dalam melakukan audit, auditor dituntut untuk melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan perilaku akuntan yang telah diatur dalam GAAS/SPAP dan GAAP/PSAK.
Perilaku akuntan dalam hal ini menjadi hal yang sangat penting, jika perilaku akuntan tersebut baik atau dengan kata lain sesuai dengan peraturan dan kode etik profesi maka laporan auditnya pun akan sesuai dengan fakta yang terdapat pada perusahaan atau instansi yang diauditnya. Sehingga laporan audit tersebut memiliki keandalan yang dapat dijadikan sumber informasi dan dasar pertimbangan yang andal bagi pihak-pihak yang meilki kepentingan terhadap laporan tersebut.
Namun bagaimana jika seorang auditor dipertanyakan atau diragukan perilakunya?
Tentunya hal ini menjadi pertanda buruk bagi auditor tersebut, bagi KAP-nya, serta bagi perusahaan yang diaudit olehnya. Masyarakat khususnya pihak-pihak yang memiliki keterlibatan dan kepentingan terhadap laporan audit tersebut seperti pemegang saham, kreditur, maupun pemerintah akan menjadi resah. Hal ini disebabkan jika seorang auditor/KAP diragukan perilakunya maka akan menimbulkan hal-hal yang mengkhawatirkan seperti ketidakbenaran akan laporan audit yang dikeluarkan oleh auditor tersebut.
Dalam tugas kali ini, saya akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan perilaku akuntan/KAP dalam studi kasus pergantian auditor sebagai kewajiban atau sukarela. Semoga pembahasan ini dapat menambah informasi serta wawasan bagi kita semua.

BAB II
ISI


Akademisi dan profesi berdebat tentang apakah auditor harus diganti setelah beberapa lama memberikan jasa audit kepada satu klien. Kasus Enron/Arthur Andersen diyakini berawal dari panjangnya hubungan antara auditor dengan klien. Sejak Enron berdiri, selama 16 Arthur Andersen telah menjadi auditor bagi Enron. Sepanjang masa itu mereka tidak hanya memberikan jasa audit umum, namun juga memberikan jasa non-audit. Hubungan Enron/Arthur Andersen ini kemudian terbukti membuat Arthur Andersen auditor menjadi tidak independen. Arthur Andersen diyakini membiarkan Enron memilih metoda akuntansi yang ekstrem karena kehilangan independensi mereka--sesuai dengan prediksi teori.
Hubungan yang panjang bisa menyebabkan auditor memiliki kecederungan kehilangan independensinya. Auditor yang memiliki hubungan yang lama dengan klien diyakini akan membawa konsekuensi ketergantungan tinggi atau ikatan ekonomik yang kuat auditor terhadap klien. Semakin tinggi keterikatan auditor secara ekonomik dengan klien, makin tinggi kemungkinan auditor membiarkan klien untuk memilih metoda akuntansi yang ekstrem. Kekhawatiran ini memiliki bukti yang kuat yaitu Enron
Di lain sisi, ada yang berargumen sebaliknya. Ketika auditor pertama kali diminta mengaudit satu klien, yang pertama kali harus mereka lakukan adalah memahami lingkungan bisnis klien dan risiko audit klien. Bagi auditor yang sama-sekali buta dengan kedua masalah itu, maka biaya start-up menjadi tinggi sehingga bisa menaikkan fee audit. Kedua, penugasan yang pertama terbukti memiliki kemungkinan kekeliruan yang tinggi. Litigasi terhadap auditor umumnya terjadi pada tiga tahun pertama tugas pengauditan dan menunjukkan tren penurunan setelah masa penugasan bertambah. Hal ini didukung dengan adanya kepercayaan bahwa hubungan yang panjang antara auditor dengan klien akan membuat auditor menjadi ahli dan sangat paham terhadap bisnis klien. Sehingga, mereka, auditor, lebih awas terhadap perilaku manajemen yang eksrem dan paham dengan pilihan-pilihan akuntansi yang ada di dalam bisnis itu. Artinya, mereka tidak menyetujui bahwa perilaku Arthur Andersen akan juga menjadi perilaku auditor yang lain.
Di hampir seluruh dunia saat ini, pemerintah telah membatasi masa hubungan auditor menjadi rata-rata lima tahun. Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Keuangan (KMK 423/2002 dan KMK 359/2003), mengharuskan perusahaan mengganti auditor yang telah mendapat penugasan audit lima tahun berturut-turut. Perusahaan harus telah menggantinya setelah tahun buku 2003 jika sebelumnya belum mengganti auditor selama lima tahun (belakangan, tahun 2008 batasan itu dirubah menjadi enam tahun, KMK 17/2008). Konkretnya, jika sebuah perusahaan telah menunjuk satu auditor yang sama sejak tahun 1999, maka pada tahun 2004 mereka harus mengganti auditor dengan auditor yang lain. Aturan ini juga masih membolehkan auditor yang belum mengganti auditor sejak tahun 1998 untuk menggantinya pada tahun 2003 atau setelah enam tahun karena masih di masa peralihan dan mengantisipasi adanya kontrak yang telah ditandatangani untuk pengauditan atas tahun buku 2003. Artinya, setiap perusahaan yang telah diaudit selama lima/enam tahun berturut-turut oleh satu auditor, pada tahun 2004 telah harus diaudit oleh sebuah auditor yang lain.

2.1 Kasus
PT BAT Indonesia hanya memiliki satu auditor yaitu kantor akuntan yang sama dengan yang berafiliasi ke PWC sekarang ini walaupun berganti nama beberapa kali sejak tahun 1979 hingga 2004. Artinya, selama 25 tahun mereka tidak pernah mengganti auditor.
Contoh lain adalah PT Aqua Golden Mississippi. Tahun 1989-2001 (13 tahun) diaudit oleh KAP Utomo dan KAP Prasetio Utomo kedua KAP ini adalah KAP yang sama. Tahun 2002 mereka pindah ke KAP Prasetio, Sarwoko, dan Sanjaya. KAP ini adalah kelanjutan dari KAP Prasetio Utomo yang bubar dan menggabungkan diri ke KAP Sarwoko dan Sanjaya. Sebagian orang berpendapat bahwa KAP yang baru ini (yang berafiliasi ke Ernst & Young) adalah kelanjutan dari KAP yang pertama (Arthur Andersen). Sehingga, bisa dikatakan bahwa selama 14 tahun PT Aqua diaudit oleh satu auditor.

Pertanyaan yang timbul dari kasus di atas adalah :
Apakah auditor akan lebih konservatif mengaudit klien baru mereka? Ataukah mereka justru akan lebih longgar demi mempertahankan klien? Tindakan apa yang dapat dilakukan auditor dalam menghadapi kondisi ini? KMK tahun 2008 membolehkan klien kembali lagi ke auditor lama setelah satu tahun. Jika memang klien kembali ke auditor lama mereka setelah satu tahun, apakah pergantian ini disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan auditor baru yang lebih konservatif? Ataukah karena auditor lama yang bisa menghasilkan laporan audit yang berkualitas? Apakah juga pergantian selama satu tahun tersebut tidak bisa disebut dengan "peminjaman" klien saja

2.2 Solusi dan Rekomendasi
Dengan pembahasan kasus audit umum PT BAT Indonesia dan PT Aqua Golden Mississippi, beberapa pelajaran berharga dapat dipetik dari kasus tersebut, diantaranya adalah :
Pertama, sebaiknya pihak manajemen atau perusahaan mengikuti aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengganti KAP-nya setelah melakukan penugasan selama 5 tahun. Hal ini selain mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah juga untuk menjaga perilaku dari auditor itu sendiri agar tidak berperilaku menyimpang seperti pada kasus Enron, serta untuk menjaga kualitas dari laporan audit itu sendiri agar laporan tersebut dapat diandalkan, kualitas laporan audit ditentukan oleh perilaku dari auditor maupun klien. Jika auditor dan klien menaati ketentuan-ketentuan maka tingkat keandalan dari laporan tersebut juga tinggi.
Kedua, auditor biasanya akan lebih konservatif dalam mengaudit klien barunya. Hal ini memang biasa terjadi mengingat belum terdapat hubungan yang tidak sehat antara klien dengan auditor. Auditor bisa mengundurkan diri secara sukarela dari penugasan karena berbagai alasan. Salah satunya adalah untuk menghindari risiko litigasi yang melekat pada klien mereka. Auditor akan dengan sukarela mengundurkan diri dari klien jika klien memaksakan pilihan metoda akuntansi yang mereka sukai namun ditentang oleh auditor. Auditor yang mengundurkan diri karena alasan ini dianggap memiliki kebijakan yang konservatif
Ketiga, berkaitan dengan KMK tahun 2008 yang memperbolehkan klien kembali lagi ke auditor lama setelah satu tahun. Terdapat berbagai alasan klien akan hal ini. Salah satunya adalah karena ingin mendapatkan auditor yang lebih efisien dan memiliki keahlian sesuai dengan bidang industri klien. Selain itu juga dapat disebabkan karena klien memilki kepentingan tersembunyi sehingga ia menginginkan agar perusahaannya diaudit kembali oleh KAP-nya yang terdahulu. Alasan-alasan tersebutlah yang kemungkinan menjadi penyebab mengapa klien ingin kembali lagi diaudit oleh KAP yang terdahulu. Melihat alasan-alasan yang di atas dapat kita simpulkan bahwa pergantian selama 1 tahun tidak bisa disebut dengan "peminjaman" klien saja. Seperti pada PT BAT Indonesia dan PT Aqua Golden Mississippi yang memilki alasan bahwa ketidak inginan mereka dalam mengganti Auditor disebabkan oleh kemampuan auditor yang dapat diandalkan dalam memahami bidang industri dan bisnis mereka. Namun hal ini dapat menjadi semacam kecurigaan yang besar jika kedua perusahaan tersebut menugaskan auditor yang sama selama bertahun-tahun dalam kurun waktu yang cukup lama, walaupun PT Aqua Mississippi pernah mengganti auditornya namun auditor baru yang ditunjukknya merupakan auditor yang masih memilki keterkaitan dengan auditor terdahulunya sehingga hal ini bukanlah hal baik. Akan lebih bijaksana jika perusahaan baik PT BAT Indonesia dan PT Aqua Golden Mississippi mengganti auditor mereka dengan auditor yang benar-benar baru sehingga kecurigaan-kecurigaan mayarakat pun menjadi berkurang.

BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Dalam melakukan audit, perilaku auditor merupakan titik penentuan bagaimana auditor tersebut melaksanakan tugasnya. Hendaknya dalam melaksanakan tugasnya, auditor selalu menjaga perilakunya agar dapat berhubungan baik dengan klien tidak hanya dari segi sopan-santun maupun tata krama saja tetapi juga harus selalu bertindak sesuai dengan kode etik profesi atau yang biasa disebut dengan istilah GAAS (General Accepted of Auditing Standard) atau jika di Indonesia disebut dengan SPAP (Standar Profesional Akuntan Pulik) serta pada GAAP (General Accepted Accounting Principal) atau di Indonesia disebut dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).
Jika perilaku auditor kurang baik maka akan sulit untuk melakukan audit secara baik terhadap perusahaan yang diauditnya sehingga hasil auditnya pun menjadi kurang baik atau malah buruk. Perilaku yang baik, ramah, sopan, memahami, menghormati, disiplin, profesional, dan tegas harus diterapkan oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya. Dimana profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya.
Berdasarkan keputusan pemerintah kita, penugasan audit dibatasi selama 5 tahun. Hal ini semata-mata bertujuan untuk mencegah terjadinya hubungan yang tidak sehat seperti pada kasus Enron dengan KAP Anndersen yang berujung pada kehancuran dari kedua pihak tersebut. Kecurigaan yang timbul akibat hubungan yang terjalin cukup lama antara KAP dengan kliennya. Klien juga seharusnya menaati peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengganti auditornya begitupula dengan pihak auditor yang dapat mengajukan pengunduran diri jika pihak klien memaksakan kehendaknya kepada auditor sehingga mengakibat laporan audit menjadi tidak berkualitas akibat desakan kepentingan klien tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arens,Alvin A., Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. Auditing dan Pelayanan Verifikasi. Jakarta : PT Indeks Kelompok Gramedia. 2003.
Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto. 2008. Profesionalisme, Pengetahuan
Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. Jurnal Akuntansi. The 2nd National Conference UKWMS.2008.