SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG Padang, 23-26 Agustus 2006
Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Harga Saham Dengan
Persistensi Laba Sebagai Variabel Intervening
Meythi
Staf Pengajar Universitas Kristen Maranatha Bandung
ABSTRACT
This research is aimed to examine and find out empirical evidence of the positive
influence of operation cash flow on stock price with earnings persistence as the
intervening variable. Samples used in this research are manufacturing companies
listed in Bursa Efek Jakarta in 4 years observation period (1999-2002). Total
samples are 100 companies. The data are collected using purposive sampling
method. The component of cash flow used is the operation cash flow with direct
method from the cash flow report. Earnings persistence is measured using
regression coefficient between current earnings and next period earnings. This
method is used since it is appropriate with the condition in Indonesia. The earnings
used is operating income. The result of path analysis shows that operation cash flow
does not influence stock price with earnings persistence as the intervening variable.
Thus, the hypothesis of the research is not empirically supported.
Keywords: Stock Price, Operation Cash Flow, and Earnings Persistence
1. PENDAHULUAN
Pelaporan keuangan merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban manajemen
atas pengelolaan sumber daya perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan selama periode tertentu. Laporan keuangan merupakan salah
satu sumber informasi keuangan perusahaan yang dapat digunakan sebagai dasar
untuk membuat beberapa keputusan, seperti: penilaian kinerja manajemen,
penentuan kompensasi manajemen, pemberian dividen kepada pemegang saham,
dan lain sebagainya.
Terdapat dua tujuan pelaporan keuangan menurut Statement of Financial
Accounting Concepts (SFAC) No. 1. Pertama, memberikan informasi yang
bermanfaat bagi investor, investor potensial, kreditor dan pemakai lainnya untuk
membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan serupa lainnya. Kedua,
memberikan informasi tentang prospek arus kas untuk membantu investor dan
kreditur dalam menilai prospek arus kas bersih perusahaan (FASB [1978]). Menurut
standar akuntansi keuangan di Indonesia (IAI [2002]) tujuan laporan keuangan yaitu
untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Pada mulanya pelaporan keuangan hanya terdiri dari neraca dan laporan laba
rugi. Pada tahun 1963 Accounting Principles Board (APB) mengeluarkan Opinion
No. 3 yang merekomendasikan pelaporan perubahan posisi keuangan dalam laporan
keuangan tahunan, tetapi sifatnya tidak wajib. Pada tahun 1971 pelaporan perubahan
posisi keuangan tersebut diwajibkan oleh Securities and Exchange Commission
(SEC). Menanggapi sikap SEC, dikeluarkanlah Opinion No. 19 untuk menggantikan
Opinion No. 3 yang mewajibkan pelaporan perubahan posisi keuangan. Pada tahun
1987 barulah FASB mewajibkan pelaporan arus kas sebagai pengganti laporan
perubahan posisi keuangan melalui Statement of Financial Accounting Standards
(SFAS) No. 95.
Manfaat laporan arus kas ini telah dibuktikan oleh beberapa peneliti, salah
satunya Bowen et al. [1986]. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa data arus kas
mempunyai manfaat dalam beberapa konteks keputusan, seperti: (1) memprediksi
kesulitan keuangan, (2) menilai risiko, ukuran, dan waktu keputusan pinjaman, (3)
memprediksi peringkat (rating) kredit, (4) menilai perusahaan, dan (5) memberikan
informasi tambahan pada pasar modal. Beberapa literatur menganggap bahwa data
arus kas merupakan indikator keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan
akuntansi karena laporan arus kas relatif lebih mudah diinterpretasikan dan relatif
lebih sulit untuk dimanipulasi. Manipulasi laba ini biasanya dilakukan melalui
penggunaan metode akuntansi yang berbeda untuk transaksi yang sama dengan
tujuan untuk menampilkan earnings yang diinginkan.
Pengujian kandungan informasi earnings dimulai dari penelitian seminal Ball
dan Brown [1968] yang menemukan bukti adanya hubungan yang signifikan antara
unexpected earnings dengan abnormal return saham. Penelitian ini kemudian
dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut hubungan antara
earnings dengan return saham.
Sloan [1996] menguji sifat kandungan informasi komponen accruals dan
komponen arus kas, informasi tersebut terefleksi dalam harga saham. Hasil
menunjukkan bahwa kinerja earnings yang teratribut pada komponen accruals
menggambarkan persistensi yang lebih rendah daripada kinerja earnings yang
teratribut pada komponen arus kas. Sloan [1996] juga menunjukkan bahwa harga
saham bereaksi jika investor “fixate” (percaya) pada earnings, gagal membedakan
antara properties komponen accruals dan komponen arus kas. Akibatnya,
perusahaan-perusahaan yang level akrualnya relatif tinggi (rendah) mengalami
abnormal return masa datang yang negatif (positif) di sekitar pengumuman earnings
masa datang. Sloan [1996] berpendapat bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan
fiksasi earnings oleh sebagian kecil partisipan pasar terhadap jumlah total earnings
yang dilaporkan tanpa memperhatikan besarnya komponen accruals dan komponen
arus kas.
Kormedi dan Lipe [1987] menguji hubungan antara inovasi earnings dan
persistensi laba dengan return saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
koefisien respon laba berkorelasi positif dengan persistensi laba dan tidak
menunjukkan sensitivitas yang berlebihan, sehingga besarnya reaksi return saham
perusahaan pada earnings harus dihubungkan dengan pengaruh inovasi earnings
pada ekspektasi manfaat masa yang akan datang yang didapat pemegang saham. Jadi
dapat disimpulkan bahwa besarnya hubungan antara return saham dan earnings
tergantung pada persistensi laba.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya, peneliti bermaksud untuk menguji dan menemukan bukti empiris
mengenai ada pengaruh positif arus kas operasi terhadap harga saham dengan
persistensi laba sebagai variabel intervening. Hal ini sekaligus juga merupakan
kontribusi penelitian.
2. LANDASAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. ARUS KAS DAN PERSISTENSI LABA
Finger [1994] menguji kemampuan earnings dan arus kas dalam memprediksi
earnings dan arus kas masa depan. Sampel terdiri dari 50 perusahaan untuk periode
1935-1987. Data akuntansi diperoleh dari Compustat Annual Industrial File dari
1968-1987, ditambah dengan informasi laporan tahunan dari 1935-1967. Finger
[1994] juga menguji asersi FASB dengan dasar tahun 1935 sampai dengan tahun
1987, menggunakan univariate dan simple multivariate time-series prediction
models.
Atas dasar mean-square error, Finger [1994] menemukan bukti dalam jangka
pendek (1-2 tahun ke depan), arus kas menyediakan informasi yang lebih baik
daripada earnings dalam menaksir arus kas mendatang, sementara untuk jangka
panjang (4-8 tahun), sedangkan arus kas dan earnings sama baiknya untuk
memprediksi. Hasil ini tidak konsisten dengan asersi FASB. Hasil dari multivariate
model menunjukkan bahwa earnings menambah informasi untuk menaksir arus kas
mendatang, tetapi kinerjanya tidak lebih baik daripada arus kas.
Penelitian yang dilakukan Parawiyati dan Baridwan [1998] menguji hubungan
laba dan arus kas dalam memprediksi laba dan arus kas masa mendatang. Populasi
yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan go publik selama enam periode
mulai tahun 1989-1994. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder dari
Bapepam, dengan sampel laporan yang diambil secara purposive random sampling
sebesar 288 laporan keuangan dari 48 perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji variabel tanpa
faktor deflator, dan menguji variabel setelah dilakukan penyesuaian dengan faktor
deflator. Dengan menggunakan model regresi yang berbeda, hasil pengujiannya
menunjukkan sebaliknya yaitu laba merupakan prediktor yang lebih baik dari pada
arus kas dalam memprediksi laba dan arus kas.
Cheng et al. [1996] melakukan penelitian untuk menguji apakah nilai tambah
kandungan informasi arus kas operasi meningkat ketika earnings bersifat transitori.
Sampel yang digunakan sebanyak 1.479 perusahaan yang terdaftar di NYSE dan
ASE dengan jumlah observasi total sebanyak 5.120. Data earnings, arus kas operasi,
dan data harga saham untuk tahun 1988-1992 diambil dari CRSP. Secara umum,
hasilnya menunjukkan bahwa laba transitori mempunyai dampak marjinal yang kecil
terhadap return saham, dan nilai tambah kandungan informasi arus kas operasi
menunjukkan peningkatan ketika sifat persistensi laba menurun.
2.2. ARUS KAS DAN RETURN SAHAM
Board dan Day [1989] menguji apakah data arus kas mempunyai kandungan
informasi dalam hubungannya dengan harga saham. Data share price bulanan
diambil dari London Share Price Database. Data akuntansi diperoleh dari
Cambridge/DTI data. Sampel terdiri dari 39 perusahaan manufaktur untuk periode
1961-1977. Hasil penelitian mereka menunjukkan tidak berhasil menolak hipotesis
nol, yang berarti bahwa data arus kas tidak mempunyai kandungan informasi dalam
hubungannya dengan harga saham.
Dechow [1994] meneliti laba akuntansi dan arus kas sebagai ukuran dalam
menilai kinerja perusahaan. Sampel terdiri dari perusahaan yang listing di New York
Stock Exchange atau American Stock Exchange. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 19.733 firm-quarter observations, 27.308 firm-year
observations, dan 5.175 firm-four-year observations. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa laba akuntansi merupakan ukuran penilaian kinerja perusahaan
dan ia mendukung pernyataan FASB bahwa earnings mampu memprediksi arus kas
maupun menilai kinerja manajemen.
2.3. ARUS KAS TERHADAP RETURN SAHAM MELALUI PERSISTENSI LABA
Pengujian hubungan earnings dengan harga atau return saham diawali oleh
penelitian seminal Ball dan Brown [1968], menguji kandungan informasi earnings
yang berguna untuk memprediksi return. Data yang digunakan adalah data untuk
periode 1946-1966 yang diambil dari COMPUSTAT, CRSP, dan Wall Street
Journal. Penelitian ini menggunakan 261 sampel pengumuman earnings perusahaan
yang terdaftar di NYSE. Model yang digunakan adalah regression model dan naive
model. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peningkatan atau penurunan
earnings tahunan suatu perusahaan diikuti dengan kenaikan atau penurunan harga
sahamnya.
Kormendi dan Lipe [1987] menguji hubungan antara inovasi earnings dan
persistensi laba dengan return saham. Data terdiri dari return saham tahunan dan
earnings untuk setiap 145 perusahaan selama periode 1947-1980 menggunakan 32
tahun dari annual data. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa koefisien respon
laba berkorelasi positif dengan persistensi laba dan tidak menunjukkan sensitivitas
yang berlebihan, sehingga besarnya reaksi return saham perusahaan pada earnings
harus dihubungkan dengan pengaruh inovasi earnings pada ekspektasi manfaat masa
yang akan datang yang didapat pemegang saham. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
besarnya hubungan antara return saham dan earnings tergantung pada persistensi
laba.
Sloan [1996] menguji sifat kandungan informasi komponen accruals dan
komponen arus kas, informasi tersebut terefleksi dalam harga saham. Hasil
menunjukkan bahwa kinerja earnings yang teratribut pada komponen accruals
menggambarkan persistensi yang lebih rendah daripada kinerja earnings yang
teratribut pada komponen arus kas. Sloan [1996] juga menunjukkan bahwa harga
saham bereaksi jika investor “fixate” (percaya) pada earnings, gagal membedakan
antara properties komponen accruals dan komponen arus kas. Akibatnya,
perusahaan-perusahaan yang level akrualnya relatif tinggi (rendah) mengalami
abnormal return masa datang yang negatif (positif) di sekitar pengumuman earnings
masa datang. Sloan [1996] berpendapat bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan
fiksasi earnings oleh sebagian kecil partisipan pasar terhadap jumlah total earnings
yang dilaporkan tanpa memperhatikan besarnya komponen accruals dan komponen
arus kas.
Triyono dan Hartono [2000] menguji kandungan laba dan informasi arus kas
yang dikelompokkan dalam arus kas dari aktivitas operasi, pendanaan, dan investasi,
seperti yang direkomendasikan oleh SFAS No. 95 dan PSAK No. 2, dengan
menggunakan model levels dan return. Populasi yang digunakan adalah seluruh
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang
mempublikasikan laporan keuangannya untuk tahun 1995 dan 1996. Perusahaan
yang dijadikan sampel adalah perusahaan-perusahaan yang sahamnya aktif
diperdagangkan di bursa saham. Berdasarkan kriteria tersebut dihasilkan sampel
sebanyak 54 perusahaan. Data pelaporan keuangan diperoleh dari Indo-exchange
files, sedangkan data tanggal publikasi laporan keuangan dan harga saham tiap
emiten diperoleh dari divisi komunikasi BEJ, divisi perdagangan BEJ dan harian
Bisnis Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
regresi model linier dengan pendekatan levels dan return untuk mengetahui
kandungan informasi arus kas, komponen arus kas dan laba akuntansi terhadap
harga atau return saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan model
level, total arus kas tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan harga
saham, tetapi pemisahan arus ke dalam komponen arus kas operasi, arus kas
pendanaan, dan arus kas investasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
dengan harga saham. Temuan lainnya adalah dengan menggunakan model return,
perubahan arus kas total, perubahan komponen arus kas, dan perubahan laba
akuntansi tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan return saham.
Mengacu pada beberapa penelitian di atas, maka penelitian ini akan
membuktikan apakah arus kas operasi akan berpengaruh positif terhadap harga
saham dengan persistensi laba sebagai variabel intervening.
H1: Arus kas operasi berpengaruh positif terhadap harga saham dengan persistensi
laba sebagai variabel intervening.
3. METODA PENELITIAN
3.1. SAMPEL PENELITIAN
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua perusahaan yang telah
terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999 sampai 2002 serta menerbitkan
laporan keuangan per 31 Desember untuk tahun buku 1999 sampai 2002. Pemilihan
sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling
dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria
yang ditentukan. Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah
sebagai berikut:
a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ pada tahun 1999 sampai 2002.
b. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan selama periode pengamatan. Laporan
keuangan yang digunakan sebagai sampel adalah laporan keuangan per 31
Desember, dengan alasan laporan tersebut telah diaudit sehingga informasi yang
dilaporkan lebih dapat dipercaya.
Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
terdapat pada tabel 1.
Untuk data lengkapnya
Silahkan Hub : M. AGUS SUDRAJAT
Terima kasih...