Rotating X-Steel Pointer

Rabu, 23 Juni 2010

ETIKA DAN BISNIS

PENGERTIAAN ETIKA DAN BISNIS
Manuel G Velasquez, Etika merupakan suatu studi moralitas. Kita dapat mendefinisikan moralitas sebagai pedoman atau standar bagi individu atau masyarakat tentang tindakan benar dan salah atau baik dan buruk.
Bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengolah sumber daya ekonomi secara efektif dan efesien. Kegiatan bisnis ini dapat dilakukan pada sebagian sektor ekonomi, yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa atau sektor perdagangan yang dibutuhakan dan diperlukan oleh manusia atau masyarakat.
Etika bisnis adalah aplikasi etika umum yang mengatur perilaku bisnis. Norma moralitas merupakan landasan yang menjadi acuan bisnis dalam perilakunya. Dasar perilakunya tidak hanya hukum-hukum ekonomi dan mekanisme pasar saja yang mendorong perilaku bisnis itu tetapi nilai moral dan etik juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan kebajikannya. Pengelolaan bisnis dalam konteks pengelolaan secara etik mesti mengunakan landasan norma dan moralitas umum yang berlaku di masyarakat. Penilaian keberhasilan bisnis tidak saja ditentukan oleh keberhasilan prestasi ekonomi dan finansial semata tetapi keberhasilan itu diukur dengan tolok ukur paradigma moralitas dan nilai-nilai etika terutama pada moralitas dan etika ini harus menjadi bagian yang integral dalam menilai keberhasilan suatu kegiatan bisnis.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA DALAM BISNIS
Sebelum berbicara jauh mengenai prinsip-prinsip etis dalam bisnis dan untuk lebih memahami konsep dan pengertiannya, berikut ini adalah beberapa kasus pendekatan mengenai evaluasi moral antara lain :
1. Kasus Pengesahan Undang – Undang Apartheid Pertama
Sistem Apartheid yang dikuasai oleh Partai Nasional khusus Kulit Putih melegalkan diskriminasi rasial pada seluruh aspek kehidupan. Sistem apartheid ini menghapuskan seluruh penduduk kulit hitam dari hak politik dan hak sipilnya seperti mereka tidak dapat memilih, tidak dapat jabatan politis yang penting, tidak dapat bergabung secaara kolektif, atau pun hak atas Undang-undang. Hal inilah yang mengakibatkan kulit hitam melakukan demontrasi berkali - kali melawan pemerintahan kulit putih Afrika Selatan. Aksi tersebut langsung ditanggapi oleh pemerintah Kulit Putih Afrika Selatan dengan pembunuhan, penangkapan di mana - mana serta represi. Termasuk ditangkapnya Nelson Mandela (anak pimpinan kulit hitam).

2. Kasus Pertentangan akan Kedudukan Perusahaan Caltex di Afrika Selatan.
Hal ini dipicu adanya penentangan yang dilakukan para pemegang saham agar Caltex memutuskan hubungan dengan pemerintah Afrika Selatan dengan alasan bahwa orang kulit hitam tidak punya hak di wilayah kulit putih. Perdebatan tentang apakah Caltex perlu melanjutkan operasinya di Afrika Selatan ini merupakan perdebatan moral. Argumen yang diajukan oleh kedua belah pihak tersebut mengacu pada pertimbangan moral, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis standar moral yaitu utilitarianisme, hak, keadilan, dan perhatian.
Pertimbangan moral yang diajukan manajer Caltex antara lain jika perusahaan tetap melaksanakan operasi di Afrika Selatan maka kesejahteraan orang kulit hitam dan kulit putih akan meningkat, namun jika perusahaan pergi maka orang kulit hitamlah yang akan mengalami kerugian besar. Pernyataan inilah yang disebut dengan standar moralitas utilitarian yaitu prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar bila mampu menekan biaya sosial dan memberikan keuntungan sosial yang lebih besar.
Pernyataan manajer Caltex yang akan memberikan perhatian khusus bagi pekerja kulit hitam dan pertanggungjawaban akan kesejahteraaan mereka inilah yang disebut Etika memberi perhatian. Artinya etika yang menekankan pada usaha memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang sekitar. Sedangkan perjuangan dari seorang Nelson Mandela yang sangat berani inlah yang disebut dengan etika kebaikan. Hal ini dikarenakan jenis evaluasi yang didasarkan atas karakter moral seseorang atau kelompok..

A. Utilitarianisme
Utilitarianisme merupakan semua pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan pada masyarakat. Banyak analisa yang meyakini bahwa cara terbaik untuk mengevaluasi kelayakan suatu keputusan bisnis adalah dengan mengandalkan pada analisa biaya keuntungan utilitarian. Tindakan bisnis yang secara sosial bertanggung jawab adalah tindakan yang mampu memberikan keuntungan terbesar atau biaya terendah bagi masyarakat. Misalnya kasus yang terjadi pada perusahaan mobil Ford.
Pada saat posisi penjualan mobil menurun dibandingkan dengan pesaing lain, maka manajer Ford segera melakukan strategi cepat dengan memfokuskan pada desain, pemanufakturan, dan penjualan yang cepat. Hal ini dilakukan agar memperoleh kembali pangsa pasar. Akibat proyek yang dilakukan dengan terburu-buru ini, maka desain teknis pun tidak diperhatikan seperti apabila terjadi tabrakan maka keselamatan penumpangpun sangat rawan. Alasan manajer tetap memproduksinya antara lain dikarenakan desain mobil sudah memenuhi semua standar hukum dan peraturan pemerintah, manajer beranggapan bahwa mobil telah memiliki tingkat keamanan yang sebanding dengan mobil dari perusahaan lain, serta dikarenakan studi biaya keuntungan (biaya modifikasi) tidak bisa ditutupi oleh keuntungan yang diperoleh. Jadi utilitarianisme digunakan untuk semua teori yang mendukung pemilihan tindakan yang memaksimalkan keuntungan.

B. Utilitarianisme Tradisional
Pendiri Utilitarianisme adalah Jeremy Bentham, dalam menetapkan sebuah kebijakan dan peraturan sosial, Bentham selalu membuat keputusan tersebut yang mampu mamberikan norma yang dapat diterima publik. Secara singkat, prinsip utilitarian yaitu :
Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dapat dilakukan.
Artinya prinsip ini mengasumsikan bahwa keuntungan dan biaya dari suatu tindakan dapat diukur dengan menggunakan skala numerik biasa, lalu ditambah atau dikurangi dengan nilai yang diperoleh. Kesalahan anggapan terhadap prinsip Utilitarian antara lain :
1. Prinsip utilitarian mengatakan bahwa tindakan yang benar dalam suatu situasi adalah tindakan yang menghasilkan utilitas lebih besar dibandingkan kemungkinan tindakan lainnya. Hal ini tidak berarti tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan utilitas besar bagi orang yang melakukan tindakan tersebut. Akan tetapi, tindakan dianggap benar jika menghasilkan utilitas paling besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh tindakan tersebut (termasuk orang yang melakukan tindakan tersebut).
2. Prinsip utilitarian tidak menyatakan bahwa tindakan yang dianggap benar sejauh keuntungan dari tindakan tersebut lebih besar dari biayanya. Namun utilitarianisme meyakini bahwa ada satu tindakan yang benar yaitu tindakan yang memberikan keuntungan lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh dari tindakan alternatif lain.
3. Prinsip utilitarian mewajibkan kita untuk mempertimbangkan konsekuensi langsung dari tindakan kita. Sebaliknya pengaruh tidak langsungnya juga harus dipertimbangkan.

Dengan demikian ada 3 hal yang harus dilakukan jika dalam situasi tertentu :
1. Menentukan tindakan atau kebijakan alternatif.
Seperti pada perusahan Ford, secara impisit mempertimbangkan 2 alternatif yaitu mendesain ulang Pinto dengan menambah pelindung karet di sekeliling tangki bahan bakar atau memutuskan untuk tanpa menggunakan pelindung.
2. Menentukan biaya dan keuntungan langsung maupun tak langsung.
Misalnya pada perkiraan perhitungan Ford atas biaya dan keuntungan yang akan diterima oleh semua pihak yang terlibat jika desain Pinto dirubah, serta yang akan ditanggung jika desainnya tidak berubah.
3. Tindakan yang etis tepat adalah yang memberikan utilitas paling besar.
Misalnya saatt manajer Ford memutuskan bahwa tindakan yang memberikan utilitas paling besar dan biaya paling rendah adalah dengan tidak mengubah desain Pinto.

Utilitarianisme juga sejalan dengan kriteria intuitif yang digunakan orang dalam membahas perilaku atau tindakan moral. Misalnya pada saat orang memiliki kewajiban moral untuk melakukan tindakan tertentu, hal ini sering mengacu pada keuntungan atau kerugian yang nantinya diakibatkan. Moralitas juga mewajibkan seseorang untuk mempertimbangkan kepentingan orang lain. Utilitarianisme memenuhi persyaratan tersebut selama prinsip tersebut mempertimbangkan pengaruh tindakan pada orang lain, dan mewajibkan seseorang untuk memilih utilitas paling besar.
Utilitarianisme juga menjadi dasar teknik analisis biaya-keuntungan ekonomi. Analisis ini digunakan untuk menentukann tingkat kelayakan investasi dalam suatu proyek dengan mencari tahu apakah keuntungan ekonomi lebih besar dibandingkan dengan biaya ekonomi saat ini dan masa mendatang.

C. Masalah Pengukuran
Masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada hambatan yang dihadapi saat nenilai utilitas seperti:
1. Bagaimana nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang yang berbeda dapat diukur dan perbandingkan.
2. Biaya dan keuntungan tampak sulit dinilai.
3. Banyaknya keuntungan dan biaya dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi, maka penilaian tidak dapat dilakukan dengan baik.
4. Masih belum jelas apa yang bisa dihitung sebagai keuntungan dan yang dihitung sebagai biaya.
Cara menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menerima penilaian dari kelompok sosial atau kelompok lain.

D. Masalah Hak dan Keadilan
Hambatan Utilitarianisme adalah prinsip tersebut tidak mampu menghadapi dua jenis permasalahan moral yaitu yang berkaitan dengan hak dan keadilan. Tanggapan utilitarian terhadap pertimbangan hak dan keadilan yaitu dengan mengajukan sati versi utilitarianisme alternatif yang cukup penting dan berpengaruh, yang disebut dengan rule-utilitarian.
Strategi dasar dari rule-utilitarian adalah membatasi analisis utilitarian hanya pada evaluasi atas peraturan moral. Jadi teori rule-utilitarian memiliki 2 prinsip yaitu :
1. Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika tindakan tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar.
2. Sebuah peraturan moral dikatakan benar jika jumlah utilitas total yang dihasilkannya; jika semua orang yang mengikuti peraturan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang diperoleh; jika semua orang yang mengikuti peraturan moral alternatif lainnya.

E. Konsep Hak
Hak adalah klaim atau kepemilikan sesuatu. Seseorang dikatakan memiliki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu acara tertentu. Hak berasal dari sistem hukum yang mengizinkan seseorang untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Hak juga bisa berasal dari sistem standar moral yang tidak tergantung pada sistem hukum tertentu. Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan dan melindungi pilihan mereka.
Hak moral memiliki 3 karakteristik penting yang memberikan fungsi pemungkinan dan pelindungan antara lain:
1. Hak moral erat dengan kewajiban.
Memiliki hak moral bearti orang lain memiliki kewajiban tertentu terhadap pemilik hak tersebut. Misalkan hak moral untuk melakukan ibadah sesuai keyakinan saya, dapt didefinisikan kaitannya dengan kewajiban moral orang lain untuk tidak mengganggu ibadah yang saya lakukan.
2. Hak moral memberikan otonomi dan kesetaraan bagi individu dalam mencari kepentingan mereka.
Hak menunjukkkan aktivitas yang bebas mereka cari. Misalnya saat akan melakukan ibadah sesuai keyakinan, maka tidak perlu izin orang lainsaat melaksanakannya.
3. Hak moral memberikan dasar untuk membenarkan tindakan yang dilakukan seseorang dan untuk melindungi orang lain.
Jika memiliki hak moral untuk melakukan sesuatu maka otomatis juga akan memiliki pembenaran moral dalam melakukannya. Misalnya saat kita membenarkan tindakan dari orang kuat yang sedang membantu orang yang lemah.

F. Hak Negatif dan Positif

Hak negatif dapat digambarkan dari fakta bahwa hak yang termasuk di dalamnya dapat didefinisikan sepenuhnya dalam kaitannya dengan kewajiban orang lain untuk tidak ikut campur dalam aktivitas tertentu dari orang yang memiliki hak tersebut. Misalnya jika kita memiliki sebuah privasi maka baik atasan kita pun berkewajiban untuk tidak mencampurinya.
Hak positif tidak hanya memberikan kewajiban negatif namun juga mengimplikasikan bahwa pihak lain memiliki kewajiban positif pada si pemilik hak untuk memberikan apa yang dia perlukan untuk dengan bebas mencari kepentingannya. Misalnya, saya berhak mendapat kehidupan yang layak, ini tidak berarti orang lain tidak boleh mencampurinya. Namun jika saya tidak mendapat kehidupan yang layak maka pemerintah harus memberikannya.

G. Hak dan Kewajiban Kontraktual

Hak dan kewajiban kontraktual merupakan hak terbatas dan kewajiban korelatif yang muncul saat seseorang membuat perjanjian dengan orang lain. Hak dan kewajiban kontraktual memberikan dasar bagi kewajiban khusus yang diperoleh seseorang saat dia menerima jabatan atau peran dalam sebuah organisasi sosial yang sah. Sistem peraturan yang mendasari hak dan kewajiban kontraktual diinterpretasikan mencakup sejumlah batasan moral diantaranya :
1. Kedua belah pihak harus memahami sepenuhnya sifat dari perjanjian yang mereka buat.
2. Kedua belah pihak dilarang mengubah fakta perjanjian kontraktual dengan sengaja.
3. Kedua belah pihak dalam kontrak tidak boleh mendatangani perjanjian karena paksaan atau ancaman.
4. Perjanjian kontrak tidak boleh mewajibkan kedua belah pihak untuk melakukan tindakan yang amoral.

H. Dasar Hak Moral
Dasar yang lebih baik bagi hak moral diberikan oleh teori etis yang dikembangkan Immanuel Kant. Teori Kant didasarkan pada prinsip moral yang ia sebut perintah kategoris, dan yang mewajibkan semua orang diperlakukan sebagai makhluk yang bebas dan sederajat dengan yang lain. Menurut Kant masing-masing hak memerlukan proses kualifikasi, penyesuaian dengan kepentingan lain dan argumen pendukung.
Rumusan perintah kategoris Kant mencakup 2 kriteria dalam menentukan apa yang benar dan salah secara moral yaitu :
1. Universalisabilitas
Alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan yang dapat diterima semua orang , setidaknya dalam prinsip.
2. Reversibilitas
Alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan yang dapat dia terima jika orang lain menggunakannya, bahkan sebagai dasar dari bagaimana mereka memerlakukan dirinya.

I. Masalah pada Pandangan Kant
Berbagai kritikan terhadap teori Kant antara lain :
1. Teori Kant tidak cukup tepat untuk bisa selalu bermanfaat.
Misalnya seorang pembunuh haruskah dihukum atau tidak. Tentunya bagi pembunuh menolaknya, namun di sisi lain mereka sepakat daripada harus dibunuh oleh orang lain nantinya.
2. Batasan hak dan bagaimana hak tersebut diseimbangkan dengan hak yang berkonflik lainnya.
Misalnya saat sekelompok orang memainkan alat musik dengan sangat keras, yang mengganggu orang lain.
3. Kriteria universalisabilitas dan reversibilitas.
Misalnya saat pimpinan perusahaan yang melakukan diskriminasi pada pekerja kulit hitam dengan memberikan upah rendah dibandingkan pekerja kulit putih. Hal ini sangat tidak benar tentunya karena tindakan tersebut tidak bermoral, namun menurut Kant benar.

J. Keadilan dan Kesamaan
Norma keadilan secara umum tidak menolak hak-hak moral individu. Sebagian alasannya adalah dalam tingkatan tertentu, keadilan didasarkan pada hak-hak moral individu. Hak moral untuk diperlakukan sebagai individu yang sederajat dan bebas misalnya merupakan bagian dari apa yang berada di balik gagasan yang menyatakan bahwa keuntungan dan beban haruslah didistribusiikan secara merata.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan keadilan dan kewajaran biasanya dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Keadilan distributif, yang merupakan kategori pertama dan paling mendasar berkaitan dengan distribusi yang adil atas keuntungan dan beban dalam masyarakat. Keadilan retributif, kategori kedua mengacu pada pemberlakuan hukuman yang adil pada pihak-pihak yang melakukan kesalahan. Hukuman yang adil adalah hukuman yang dalam artian tertentu layak diterima oleh orang yang melakukan kesalahan. Keadilan kompensasif, kategori ketiga berkaitan dengan cara yang adil dalam memberikan kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain. Kompensasi yang adil adalah kompesasi yang dalam artian tertentu proporsional dengan nilai kerugian yang diderita. Masing-masing kategori tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.
1. Keadilan Distributif
Masalah-masalah tentang keadilan distributif muncul bila ada orang-orang tertentu yang memilki perbedaan klaim atas keuntungan dan beban dalam masyarakat, dan semua klaim mereka tidak dapat dipenuhi. Saat keingina dan keenggana orang-orang lebih besar dari sumber daya yang ada. Mereka terpaksa menggunakan prinsip-prinsip tertenru untuk mengalokasikan sumberdaya tersebut serta beban masyarakat dalam cara-cara yang adil dan mampu menyelesaikan konflik dengan baik. Prinsip dasar dari keadilan distributif adalah bahwa individu-individu yang sederajat dalam segala hala yang berkaitan dengan perlakuan yang dibicarakan haruslah memperoleh keuntungan dan beban yang serupa sekalipun mereka tidak sama dalam aspek yang tidak relevan lainnya, adan individu yang tidak sama dalam suatu aspek yang relevan perlu diperlakukan secara tidak sama sesuai dengan ketidaksamaan mereka. Prinsip ini bersifat formal yang didsarkan pada gagasan logis bahwa harus konsisten dalam menghadapi masalah yang sama atau serupa. Berikut ini beberapa prinsip dalam keadilan distributif yaitu :
a. Keadilan sebagai Kesamaan
Kaum egaliteran mengakui bahwa tidak ada perbedaan yang relevan diantara semua orang yang bisa dipakai sebagai pembenaran atas perlakuan yang tidak adil. Menurut pandangan egaliteran, semua keuntungan dan beban haruslah dan didistribuasikan menurut kaidah semua orang harus memperoleh bagian keuntungan dan beban masyarakat atau kelompok dalam jumlah yang sama. kesamaan juga diusulkan sebagai dasar keadilan, bukan hanya untuk seluruh masyarakat namun juga dalam kelompok-kelompok kecil dan organisasi.
b. Keadilan Berdasarkan Kontribusi
Menyatakan bahwa keuntungan masyarakat haruslah didistribusikan sesuai dengan jumlah yang disumbangkan masing-masing individu dalam masyarakat atau kelompok. Semakin banyak yang diberikan seseorang kepada masyarakat semakin banyak pula yang berhak diperolehnya. Keuntungan haruslah didistribusikan sesuai dengan nilai sumbangan individu yang diberikan pada masyarakat, tugas, kelompok, atau pertukaran. Prinsip kontribusi ini merupakan prinsip yang paling banyak digunakan dalam menentuka upah dan gaji di perusahaan negara kapitalis seperti Amerika.
c. Keadilan Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan
Menyatakan bahwa beban kerja harus lah didistribusikan sesuai dengan kemampuan orang-orang, dan keuntungan harus lah didistribusikan sesuai kebutuhan mereka. Hal ini berdasarkan pada gagasan bahwa orang-orang menyadari potensi mereka dengan menunjukkan kemampuan dalam kerja yang produktif. Keuntungan yang dihasilkan dari kerja harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan manusia.
d. Keadilan sebagai Kebebasan
Setiap orang sesuai dengan apa yang dipilih untuk dilakukan, bagi setiap orang sesuai dengan apa yang mereka pilih untuk diri mereka (mungkin dengan bantuan orang lain) dan apa yanng dipilih orang lain untuk dilakuan baginya dan mereka pilih untuk untuk diberikan padanya atas apa yang telah mereka berikan sebelumya dan belum diperbanyak atau dialihkan.
e. Keadilan sebagai Kewajaran
Dikemukakan oleh John Rawis berdasarkan pada asumsi dasar bahwa konflik yang melibatkan masalah keadilan pertama haruslah dihadapi dengan membuat metode yang tepat dalam memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Setelah metode ini dibuat prinsip yang kita pilih dengan menggunakan metode itu haruslah mampu berperan sebagai prinsip keadilan distributif. Rawis menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam suatu masyarakat adalah jika,dan hanya jika :
1) Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam hal ini mirip dengan kebebasan untuk semua orang.
2) Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian sehingga keduanya :
a) Mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung.
b) Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang berdasrkan prinsip persamaan hak dalam memperoleh kesempatan.

Prinsip 1) disebut prinsip kebebasan sederajat yang pada intinya prinsip ini mengatakan bahwa kebebasan setiap warga negara harus lah dilindungi dari gangguan orang alian dan harus lah sederajat anatara orang yang satu dengan orang yang lain. Bagian a) prinsip kedua disebut prinsip perbedaan yang mengasumsikan bahwa sebuah masyarakat yang produktif memang harus memasukkan sejumlah ketidaksamaan. Namun selanjutnya perlu mangambil langkah-langkah untuk memperbaiki posisi kelompok paling bawah seperti orang yang sakit atau cacat. Bagian b) prinsip 2) disebut prinsip kesamaan hak dalam memperoleh kesempatan yang mengatakan bahwa setiap orang harus lah memilki hak yang sama dalam memperoleh jabatan penting dalam berbagai lembaga masyarakat. Ini bukan hanya berarti kualifikasi kerja harus lah sesuai persyaratan kerja, namun juga setiap orang berhak memeperoleh akses pelatihan dan pendidikan yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan yang mereka inginkan.
2. Keadilan Retributif
Merupakan keadilan yang berkaitan dengan keadilan dalam rangka menyalahkan atau menghukum seseorang yang telah melakukan kesalahan. Jika seseorang tidak tahu atau tidak bisa memilih secara bebas apa yang dia lakukan, maka dia tidak bisa dihukum adil. Hukuman yang adil adalah kepastian bahwa orang yang dihukum benar-benar melakukan yang dituduhkan padanya. Selain itu juga hukuman harus lah konsisten dan proporsional dengan kesalahannya. Hukuman dianggap konsisten hanya jika semua orang akan memperoleh hukuman yang sama untuk kesalahan yang sama, sedangkan hukuman dianggap proporsional dengan kesalahan jika hukuman tersebut tidak lebih besar dibandingkan kerugian yang diakibatkan kesalahan.
3. Keadilan Kompensasif
Berkaitan dengan keadilan dalam memperbaiki kerugian yang dilalami seseorang akibat tindakan orang lain atau sering juga disebut sebagai ganti rugi. Tidak ada aturan yang pasti dalam menentukan seberapa banyak kompensasi yang perlu diberikan oleh pelaku pada korban. Keadilan hanya mengharuskan bahwa pelaku sebisa mungkin mengembalikan apa yang diambilnya, dan itu biasanya berarti bahwa jumlah ganti rugi haruslah sama dengan yang diketahui pelaku pada korbannya. Kaum moralis tradisional menyatakan bahwa seseorang memiliki kewajiban moral untuk memeberikan kompensasi pada pihak yang dirugikan jika tiga syarat berikut terpenuhi, yaitu :
a. Tindakan yang mengakibatkan kerugian adalah kesalahan atau kelalaian.
b. Tindakan tersebut merupakan penyebab kerugian yang sesungguhnya.
c. Pelaku mengakibatkan kerugian secara sengaja.

K. Etika Memberi Perhatian
1. Parsialitas dan Perhatian
Dalam hal ini etika perhatian menekankan pada dua syarat moral, yaitu :
a. Kita hidup dalam suatu rangkaian hubungan dan wajib mempertahankan serta menyetarakan hubungan yang konkret dan bernilai dengan orang lain.
b. Kita memberikan perhatian khusus pada orang-orang yang menjalin hubungan baik dengan memperhatikan kebutuhan, nilai, keinginan, dan keberadaan mereka dari perspektif pribadi mereka sendiri, dan dengan memberikan tanggapan secara positif pada kebutuhan, nilai, keinginan, dan keberadaan orang-orang yang membutuhkan dan bergantung pada perhatian kita.
Namun penting juga untuk tidak membatasi gagasan tentang hubungan konkret ini hanya pada hubungan antara dua individu atau antara seseorang dengan kelompok individu tertentu. Ada dua hal penting yang perlu diketahui. Pertama, tidak semua hubungan memiliki nilai, dan tidak semuanya menciptakan kewajiban untuk memberi perhatian. Kedua, perlu diketahui bahwa dalam memberikan perhatian kadang berkonflik. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa tidak ada aturan tetap yang mampu menyelesaikan semua konflik.
2. Hambatan dalam Etika Perhatian
Pendekatan etika perhatian memperoleh sejumlah kritik berdasarkan beberapa alasan. Pertama, dikatakan bahwa etika perhatian bisa berubah menjadi favoritisme yang tidak adil atau bersikap parsial ( berat sebelah). Kritik kedua mengklaim bahwa persyaratan etika perhatian bisa menyebabkan kebosanan. Dalam mewajibkan orang-orang untuk memberikan perhatian pada anak-anak orang tua, saudara, pasangan, kekasih, teman dan anggota komunitas lain. Etika perhatian tampak mengharuskan semua orang mengorbankan kebutuhan dan keinginan mereka demi kesejahteraan orang lain.
Keuntungan etika perhatian adalah mendorong untuk fokus pada nilai moral dari sikap parsial terhadap orang dekat dan arti penting moral dalam memberikan tanggapan pada mereka secara khusus yang tidak kita berikan pada orang lain.

L. Memadukan Utilitas, Hak, Keadilan, dan Perhatian
Standar utilitarian wajib digunakan saat kita tidak memiliki sumberdaya yang mampu memenuhi tujuan atau kebutuhan semua orang sehingga mempertimbangkan keuntungan dan biaya sosial dari suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Penilaian moral sebagian juga didasarkan pada standar-standar yang menunjukkan bagaimana individu harus diperlakukan atau dihargai. Selain itu juga didasarkan pada standar-standar keadilan yang menunjukkan bagaiman keuntungan dan beban didistribusikan di antara para anggota kelompok masyarakat. Selanjutnya penilaian moral juga didasarkan pada standar-standar perhatian yang mengacu pada jenis perhatian yang perlu kita berikan pada orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan kita. Standar perhatian berperan penting bila muncul persoalan-persoalan moral yang melibatkan individu dalam suatu jaringan hubungan, khususnya individu-individu yang memilki hubungan erat. Berikut ini adalah gambaran keterkaiatan aspek-aspek utilitas, hak, keadilan dan perhatian dalam sebuah penilaian moral :
Standar Moral :
1. Memaksimalkan Utilitas Sosial
2. Menghargai Hak moral
3. Mendistribusikan Keuntungan dan Beban secara Adil
4. Memberi Perhatian
Informasi Faktual
Berkaitan dengan kebijakan institusi atau perilaku yang dihadapi
Penilaian Moral atas baik buruknya kebijakan institusi atau perilaku
Bahwasanya jika dirunut berdasarkan gambar kotak di atas, penilaian moral adalah hasil penyikapan yang didasarkan atas kenyataan atau informasi faktual yang diterima dan juga standar moral di masyarakat yang menjadi petokan dalam bertingkah laku.

M. Prinsip Moral Alternatif : Etika Kebaikan
Pendekatan etika yang telah dibahas sejauh ini semuanya difokuskan pada tindakan sebagai pokok permasalahan etika dan mengabaikan karakter pelaku tindakan itu sendiri. Dalam kasus Boesky maupun kasus-kasus yang lain, masalah utama yang muncul bukanlah baik buruknya suatu tindakan, namun sifat karakter manusia yang tidak sempurna.
Banyak ahli etika yang mengkritik asumsi bahwa tindakan merupakan pokok permasalahan utama dalam etika. Etika, menurut mereka, tidak boleh hanya melihat jenis tindakan pelakunya (agen) namun juga perlu memperhatiakan jenis karakternya. Fokus pada pelaku berbeda dengan fokus pada tindakan (apa yang dia lakukan) akan lebih mampu menunjukan dengan cermat karakter seseorang termasuk diantaranya apakah karakter tersebut lebih mengarah pada keburukan atau kebaikan. Pendekatan etika lain yang lebih baik haruslah mempertimbangkan aspek kebaikan dan keburukan sebagai awalan penting dalam penalaran kita.
1. Sifat Kebaikan
Kebaikan merupakan sebuah kecenderungan yang dinilai sebagai bagian dari karakter manusia yang secara moral baik dan ditunjukan dalam perilaku dan kebiasaannya. Seseorang dikatan memiliki kebaikan moral bila dia berperilaku dengan penalaran, perasaan dan keinginan-keinginan yang menjadi karakteristik dari seseorang yang secara moral baik.
2. Kebaikan Moral
Menurut Aristoteles, sebuah kebaikan moral merupakan kebiasaan manusia yang memungkinkan bertindak sejalan dengan tujuan (nalar dan pemikiran) manusia, kemudian daya nalar dan berfikir adalah yang membedakan manusia dan makhluk lain. Seseorang dikatakan menjalani hidup sesuai dengan pemikirannya bila dia mengetahui dan memilih jalan tengah antara melakukan sesuatu terlalu jauh dan tidak terlalu jauh dalam hal tindakan, emosi dan keinginannya. Tokoh lain yaitu Aquinas seorang ahli filosofi Kristen menyatakan sependapat dengan Aristoteles hanya saja dengan tambahan kebaikan “Theologis”.
Seorang ahli filsafat Amerika, Alasdair Macyntire mengatakan bahwa yang termasuk kebaikan adalah semua karakteristik yang dipuji karena memungkinkan seseorang mencapai sesuatu yang baik dan menjadi tujuan hidup manusia.
Edmund L. Pincoffs mengkritik pendapat Macyntire karena mengklaim bahwa kebaikan hanya mencakup karakteristik-karakteristik yang disyaratkan oleh serangkaian praktik sosial tertentu. Sebaliknya Pincoffs menyatakan bahwa kebaikan mencakup semua karakteristik dalam bertindak, merasakan, dan berfikir dalam cara-cara tertentu yang digunakan sebagi dasar dalam memilih antara pribadi-pribadi atau keberadaan diri masa depan. Kebaikan terdiri dari “disposisi yang umumnya diinginkan” atau dengan kata lain diinginkan oleh orang-orang dalam menghadapi situasi atau kondisi dimana manusia hidup. Karena situasi yang dihadapi manusia sering memerlukan usaha keras untuk mampu menghadapinya, maka ketabahan dan keberanian dianggap sebagai disposisi yang secara umum diinginkan. Dengan demikian kebaikan moral adalah disposisi yang secara umum diinginkan oleh semua orang dalam situasi-situasi yang biasanya mereka hadapi dalam kehidupan ini. Disposisi tersebut diinginkan karena bermanfaat “bagi semua orang pada umumnya ataupun orang-orang yang memilikinya”.

3. Kebaikan, Tindakan, dan Institusi
Teori kebaikan mengatakan bahwa tujuan kehidupan moral adalah untuk mengembangkan disposisi-disposisi umum yang kita sebut kebaikan moral dan melaksanakan serta menerapkannya dalam berbagai situasi kehidupan manusia. Kunci dari implikasi tindakan teori kebaikan dapat dinyatakan dalam klaim berikut “sebuah tindakan secara moral benar jika dalam pelaksanaannya pelaku menerapkan, menunjukan atau mengembangkan karakter moral yang baik dan secara moral salah jika dalam pelaksanaannya pelaku menerapkan, menunjukan atau mengembangkan karakter moral yang buruk”.
Jadi dari perspektif tersebut, baik buruknya tindakan dapat ditentukan dengan mempelajari jenis karakter yang dihasilkan dari tindakan tersebut. Dalam hal ini, etika tindakan bergantung pada hubungannya dengan karakter pelaku. Contohnya dikatakan moralitas aborsi, perzinaan, atau tindakan lain haruslah dievaluasi dengan melihat karakter orang-orang yang melaksanakannya. Jika keputusan untuk melakukan tindakan tersebut cenderung mengembangkan karakter mereka menjadi lebih bertanggung jawab, lebih perhatian, lebih berpendirian, jujur, terbuka, dan bersedia berkorban, maka tindakan-tindakan itu secara moral adalah benar. Namun jika keputusan untuk melaksanakannya cenderung menjadikan seseorang lebih egois, tidak bertanggung jawab, ceroboh dan mementingkan diri sendiri maka tindakan tersebut secara moral adalah salah.
Teori kebaikan tidak hanya memberikan kriteria dalam mengevaluasi tindakan, namun juga memberikan kriteria penting dalam mengevaluasi lembaga dan praktik-praktik sosial kita. Misalnya dikatakan sejumlah lembaga ekonomi membuat orang-orang menjadi serakah dan tindakan pemerintah memberi BLT membuat malas dan sengketa dalam masyarakat. Argumen ini pada dasarnya merupakan evaluasi atas lembaga dan praktik-praktik sosial dengan berdasarkan pada teori kebaikan.
4. Kebaikan dan Prinsip
Bila kita melihat sekilas berbagai macam disposisi yang dianggap sebagai kebaikan, tampak tidak ada satu hubungan yang sederhana antara kebaikan dan moralitas yang didasarkan pada prinsip. Sebagian kebaikan memungkinkan orang-orang melakukan apa yang disyaratkan oleh prinsip moral. Etika kebaikan tidak menyarankan tindakan-tindakan yang berbeda dan yang disarankan etika prinsip (misalnya prinsip utilitarian menyarankan tindakan yang berbeda dari yang disarankan prinsip keadilan). Demikian juga etika prinsip tidak menyarankan disposisi moral yang berbeda dengan etika kebaikan. Sebaliknya teori kebaikan berbeda dengan etika prinsip dalam cara pendekatan evaluasi moral. Teori kebaikan misalnya, menilai tindakan dalam kaitannya dengan disposisi atau karakteristik yang berhubungan dengan tindakan tersebut, sementara etika prinsip menilai disposisi dalam kaitanya dengan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan disposisi tersebut. Bagi etika prinsip, tindakan sebagai aspek utama sedangkan pada etika kebaikan, disposisi adalah aspek utama.
Etika kebaikan bukanlah semacam prinsip kelima yang sejajar dengan prinsip-prinsip utilitarian, hak, keadilan, dan perhatian. Sebaliknya etika kebaikan menambah dan melengkapi prinsip utilitarian, hak, keadilan dan perhatian bukan dengan melihat pada tindakan yang harus dilakukan oleh orang-orang, namun pada karakter yang harus mereka miliki. Etika kebaikan menangani jangkauan permasalahan yang sama dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan motivasi dan perasaan yang sebagian besar diabaikan oleh etika-etika prinsip.

N. Moralitas dalam Konteks Internasional
Antara negara yang satu dengan negara lain dapat dipastikan memiliki atauran, adat dan kebiasaan yang berbeda-beda meskipun tidak beda sepenuhnya. Terlebih lagi, perbedaan itu akan terasa antara negara maju dan negara berkembang. Ada pendapat yang menyatakan, saat melakukan operasi di negara kurang berkembang, perusahaan-perusahaan multinasional dari negara-negara maju, wajib mengikuti aturan-aturan di negara yang lebih maju, yang dalam hal ini otomatis menerapkan standar yang lebih tinggi dan ketat. Namun klaim ini mengabaikan fakta bahwa menerapkan praktik-praktik yang dilaksanakan di negara maju ke negara yang kurang maju memungkinkan akan lebih merugikan dibandingkan menguntungkan sebuah pelanggaran standar etika utilitarian. Dengan demikian, jelas bahwa kondisi-kondisi lokal, khususnya kondisi perkembangan, setidaknya perlu dipertimbangkan saat memutuskan apakah suatu perusahaan perlu menerapkan standar dari negara yang lebih maju ke negara yang kurang maju, dan salah jika kita harus menerima klaim bahwa kita harus menerapkan standar “yang lebih tinggi” dari negara maju dimanapun berada. Ada pendapat menyatakan lebih lanjut bahwa perusahaan multi nasional haruslah mengikuti praktik-prakti lokal, apapun itu, atau bahwa mereka harus mengikuti aturan pemerintah lokal, karena pemerintahan tersebut adalah representasi dari warga mereka. Namun demikian pendapat ini juga tidak sepenuhnya benar, sehingga dalam penerapannya juga harus ada pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut.