Garis Besar Teori Akuntansi Positif
Mengapa konsekuensi ekonomi itu ada, bisa dijelaskan dengan teori akuntansi positif. Istilah “positif” mengacu pada suatu teori yang dapat membuat prediksi yang baik dari kejadian-kejadian dunia nyata.
Teori akuntansi positif adalah berhubungan dengan prediksi yaitu suatu tindakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh perusahaan dan bagaimana perusahaan akan merespon untuk mengajukan standar akuntansi yang baru.
Sebagai contoh penerapan dari teori akuntansi positif adalah dapatkah kita memprediksi perusahaan minyak dan gas itu akan menggunakan metode akuntansi successful efforts untuk biaya eksplorasi atau menggunakan metode akuntansi full cost. Teori akuntansi positif memberikan pandangan bagaimana perusahaan mengorganisasi perusahaannya dengan efisien juga untuk memaksimalkan prospek kelangsungan hidup perusahaan mereka. Banyak bentuk efisiensi organisasi untuk suatu perusahaan pada umumnya tergantung pada faktor-faktor seperti lingkungan hokum dan institusi, teknologi, dan tingkat persaingan dalam industrinya.
Perusahaan dipandanng sebagai suatu kontrak antara pegawai termasuk manajernya, supplier, penyedia modal yang merupakan pusat dari operasi perusahaan. Perusahaan akan meminimalkan bermacam-macam biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak seperti biaya negosiasi, monitoring kinerja kontrak, renegosiasi kembali dan biaya yang diharapkan dari kebangkrutan dan kegagalan lainnya. Banyak kontrak-kontrak ini melibatkan variabel-variabel akuntansi.
Teori akuntansi positif menjelaskan mengapa perusahaan memilih kebijakan akuntansi sebagai bagian dari permasalahan yang mendalam dari meminimalkan biaya kontrak dan untuk mencapai efisiensi corporate governance. Sebagai contoh, Mian dan Smith (1990) mempelajari pilihan kebijakan akuntansi apakah akan bergabung dengan perusahaan anak. Jika ada ketergantungan antara perusahaan induk dan anak dan lebih efisien, maka lebih baik digabung laporan keuangannya (disiapkan laporan keuangan konsolidasinya). Akan lebih efisien jika kinerja manajer menggunakan pengukuran laporan keuangan konsolidasi daripada laporan perusahaan anak karena adanya ketergantungan yang tinggi. Biaya untuk menyiapkan laporan keuangan konsolidasi lebih rendah untuk tujuan monitoring intern dan juga untuk pelaporan ekstern. Mian dan Smith memberikan kejadian empiris yang konsisten dengan prediksi ini.
Pemberian fleksibilitas manajemen dalam memilih suatu kumpulan kebijakan akuntansi dengan membuka kemungkinan perilaku oportunistik. Manajer akan memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan tujuan mereka. Teori akuntansi positif menganggap bahwa manajer secara rasional (seperti investor) akan memilih kebijakan akuntansi yang menurut mereka baik. Manajer perusahaan yang aktif melakukan eksplorasi minyak akan memilih metode full cost daipada successful effort untuk meratakan laba dan meningkatkan present value alira bonus mereka meskipun laba yang tinggi akan berdampak pada pajak yang tinggi.
Teori normative adalah apa yang seharusnya terjadi. Apakah teori normative akan mempunyai daya prediksi yang baik tergantung pada sejauhmana individu secara nyata membuat keputusan sesuai dengan teori yang digambarkan. Tidak seperti teori positif, teori normative tidak mengharuskan criteria mempunyai kemampuan prediksi. Kedua pendekatan tersebut saling melengkapi satu sama lain.
Tiga Hipotesis dari Teori Akuntansi Positif
Dengan formula dari Watts dan Zimmerman (1986) ada 3 hipotesis dalam teori akuntansi positif :
hipotesis bonus plan: jika perusahaan merencanakan bonus berdasarkan net income, maka perusahaan tersebut akan memilih prosedur akuntansi yang menggeser pelaporan earnings masa datang ke periode sekarang.
hipotesis kovenan hutang: perusahaan cenderung untuk menurunkan rasio utang/ekuitas dengan cara meningkatkan laba sekarang dengan menggeser dari laba-laba periode besok. Motivasi perusahaan melakukan ini adalah untuk menghindari kedekatan terhadap kovenan utang dan untuk mendapatkan suku bunga pinjaman yang lebih rendah, karena semakin rendah rasio/ekuitas semakin rendah risiko kebangkrutan perusahaan.
hipotesis kos politik: perusahaan cenderung untuk menurunkan laba sekarang dengan menggeser ke laba-laba periode besok. Motivasi perusahaan melakukan ini misalnya untuk menghindari tekanan politik seperti tuduhan monopoli dengan menunjukkan laba perusahaan tidak berlebihan seperti yang dicurigai, melobi ke konggres untuk melindungi industri dari barang impor yang menyebabkan keuntungan industri merosot, menghindari tuntutan serikat kerja dengan menunjukkan bahwa laba perusahaan menurun dan lain sebagainya. Perusahaan dapat menurunkan laba dengan merubah metode atau prosedur akuntansi.
Tiga hipotesis diatas akan memberikan arah pengujian empiris suatu prediksi. Manajer dengan bonus plan diperkirakan akan memilih kebijakan akuntansi yang kurang konservatif kalau dibandingkan dengan manajer tanpa bonus plan. Manajer tersebut akan menolak standar akuntansi yang mengakibatkan pelaporan earnings perusahaannya yang lebih rendah, karena akan mengakibatkan bonus yang diterima juga rendah. Untuk hipotesis kovenan utang, juga akan terjadi jika manajer dihadapkan pada rasio utang/modal yang tinggi akan memilih kebijakan akuntansi yang kurang konservatif karena resiko kebangkrutannya juga tingii. Pada hipotesis kos politik, manajer perusahaan besar lebih suaka memilih kebijakan akuntansi yang lebih konservatif dibanding manajer perusahaan kecil. Perusahaan besar juga cenderung tidak menolak standar baru yang melaporkan income yang lebih rendah. Hipotesis ini juga ditafsirkan dalam pandangan efisiensi kontrak. Manajer cenderung menolak kebijakan akuntansi yang dapat meningkatkan volatilitas earnings.
Penelitian Empiris Teori Akuntansi Positif
dalam penelitian Lev (1979) sama sekali tidak merekomendasikan bagaimana perusahaan dan investor harus bereaksi terhadap SFAS 19, tetapi memberi gambaran bagaimana kemungkinan reaksi manajer dan investor terhadap perubahan kebijakan akuntansi dari full cost ke successful efforts. Penelitian tersebut dapat membantu memberikan gambaran tentang mengapa perusahaan memilih standar yang berbeda, mengapa manajer menolak perubahan standar dan mengapa investor bereaksi dengan adanya perubahan standar yang mengakibatkan perubahan net income.
penelitian Healy (1985) yang menemukan bukti bahwa manajer dengan bonus plan akan cenderung memilih kebijakan accrual untuk memaksimalkan bonus yang dia terima.
penelitian Sweeney (1994) melaporkan pengujian hipotesis kovenan utang. Dia mempelajari 130 perusahaan manufaktur di Amerika Serikat yang melakukan pelanggaran pertama kali terhadap kovenan utang selama periode 1980 – 1939, dan sebagai sampel kontrol sebanyak 130 perusahaan yang mempunyai ukuran dan jenis industri yang sama yang tidak melakukan pelanggaran kovenan utang. Hasil penelitian tersebut antara lain adalah:
pelanggaran sering terjadi bersangkutan dengan maintenance of working capital dan pemegang saham dan untuk utang/modal dan rasio interest coverage jarang terjadi, banyak perusahaan yang mengungkapkan biaya yang ditanggung karena pelanggaran kovenan yaitu kenaikan security, pembatasan pinjaman, dan tingginya tingkat suku bunga,
dalam periode 8 tahun pertama, mulai tahun kelima sebelum pelanggaran perjanjian perusahaan lebih sering melakukan perubahan kebijakan akuntansi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pelanggaran sebagai sampel kontrolnya. Sebagai contoh, perubahan peningkatan income termasuk perubahan dalam asumsi rencana pensiun, batas pensiun, adopsi metode persediaan dari LIFO, dan likuidasi dengan metode LIFO inventory layers,
perusahaan bisa melakukan manipulasi net income yang dilaporkan pada waktu adopsi standar akuntansi yang baru. Dia menemukan terdapat kecenderungan untuk perusahaan yang menerapkan lebih awal standar yang mengakibatkan kenaikan income dan akan menunda standar yang mengakibatkan penurunan income. Perusahaan yang dijadikan sampel kontrol tidak berperilaku demikian,
dari 130 sampel perusahaan yang melakukan pelanggarab, hanya 53 perusahaan secara nyata mengubah kebijakan akuntansi selama periode 8 tahun tersebut. Sisanya sebanyak 77 perusahaan tidak melakukan perubahan meningkatkan income. Hal ini bisa memberikan suatu pertanyaan untuk generalisasi bentuk oportunistik dari hipotesis kovenan utang,
untuk menyelidiki mengapa ada perusahaan yang melakukan perubahan dan yang sebagian tidak, maka Sweeney mengidentifikasi perusahaan yang mempunyai fleksibilitas akuntansi dan biaya default yang rendah dan ternyata perusahaan tersebut cenderung tidak melakukan perubahan kebijakan akuntansi.
penelitian Jones (1991) menemukan kejadian dari perilaku yang diprediksi. Studi ini meneliti perusahaan yang melaporkan net income yang lebih rendah selama penyelidikan import relief. Pemberian keringanan bagi perusahaan merupakan bagian dari keputusan politis. Manajer akan cenderung memilih kebijakan akuntansi yang melaporkan income lebih kecil dan cenderung memilih kebijakan akuntansi yang bersifat accrual yang dikenal discretionary accrual. Jones memeriksa apakah perusahaan yang menggunakan discretionary accruals untuk melaporkan earningsnya lebih rendah. Dia mengumpulkan sampel sebanyak 23 perusahaan dari 5 industri yang termasuk didalamnya 6 penyelidikan import relief dengan International Trade Commission (ITC) selama periode 1980 – 1985.
Pemisahan Oportunistik dan Efisiensi Kontrak Versi dari Teori Akuntansi Positif
Tiga hipotesis yang dinyatakan diatas adalah suatu bentuk oportunistik, mereka mengasumsikan bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan harapan mereka. Hipotesis ini juga dinyatakan sebagai suatu bentuk efisiensi, yang mengasumsikan bahwa sistem pengendalian internal termasuk monitoring direktur utama, keterbatasan kesempatan, dan motivasi manajer untuk memilih kebijakan akuntansi yang meminimalkan biaya kontrak. Konsekuensinya, sulit untuk memberitahu apakah perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansinya mempertimbangkan oportunistik atau efisiensi.
Hasil penelitian Sweeney mendukung kedua versi teori akuntansi positif tetapi gambaran secara detail analisis khusus perusahaan diperlukan untuk bagian dari dua versi tersebut. Penelitiannya Dechow (1994) berhubungan dengan dua versi teori akuntansi positif. Dia menemukan bahwa net income berhubungan signifikan dengan return daripada aliran kas. Ketika accrual secara relatif luas, maka net income seharusnya berhubungan signifikan dengan return saham, secara relativ aliran kas lalu ketika perusahaan dalam keadaan steady state (aliran kas dan net income akan sama). Temuan empirisnya menambah dukungan untuk efisiensi kontrak.
Studi oleh Subramanyam (1996) juga mendukung efisiensi kontrak. Manajer yang memilih discretionary accruals akan mempunyai kemampuan meningkatkan earnings untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa yang akan datang dan akan meningkatkan persistensi earnings. Dia juga menemukan bahwa harga saham merespon secara positif earnings manajemen dari sifat ini.
Kesimpulan
Teori akuntansi positif berusaha untuk memahami dan memprediksi pilihan kebijakan akuntansi perusahaan. Berdasar perspektif teori akuntansi positif, tidak sulit untuk mengetahui mengapa kebijakan akuntansi dapat mempunyai konsekuensi ekonomis. Dari perspektif efisiensi, seperangkat kebijakan yang tersedia mempengaruhi fleksibilitas perusahaan. Dari perspektif opportunistics, kemampuan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi untuk keuntungan diri sendiri dapar terpengaruh. Perubahan dalam seperangkat kebijakan yang tersedia akan bermasalah bagi manajer. Sehingga, kita mengharapkan manajemen untuk bereaksi dan banyak kebijakan baru yang berpengaruh dengan keberadaan kontrak dan/atau mengurangi pilihan kebijakan akuntansi.