Rotating X-Steel Pointer

Minggu, 27 November 2011

CHAPTER 3 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah Undang–Undang No. 6 tahun 1983, yang kemudian pada tahun 1994 dilakukan perubahan pertama melalui Undang-undang No. 9 tahun 1994. Tahun 2000 dilakukan perubahan kedua melalui Undang-undang No. 16 tahun 2000. Dan terakhir, tahun 2007 dilakukan perubahan ketiga terhadap Undang-undang No. 6 Tahun 1983 melalui Undang-undang No. 28 Tahun 2007

Adapun penjelasan umum dilakukannya perubahan ketiga pada tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1.   Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Undang-Undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya diberlakukan bagi undang-undang pajak material, kecuali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya.
2.   Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, dan politik, disadari bahwa perlu dilakukan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material di bidang perpajakan. Selain itu, perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
3.   Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang ini dengan tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.
4.   Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
a.      Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara
b.      Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah
c.       Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi
d.      Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban
e.      Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan
f.        Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten dan
g.      Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif
Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha.

DASAR HUKUM KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

1.      UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2.      UU No. 9 tahun 1994 tentang perubahan pertama UU No. 6 tahun 1983
3.      UU No. 16 tahun 2000 tentang perubahan kedua UU No. 6 tahun 1983
4.      UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU No. 6 tahun 1983

BEBERAPA ISTILAH-ISTILAH PENTING DI DALAM KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Di dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan akan dijumpai pengertian-pengertian atau istilah-istilah yang sudah baku, antara lain adalah sebagai berikut:
1.   Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

2.   Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu
Masa Pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
3.   Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender

Ketentuan Tentang Tahun Pajak

Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Wajib pajak dapat menggunakan tahun pajak yang tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat taat asas (konsisten) selama 12 bulan dan melapor/memberitahukan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dan telah disetujui oleh Dirjen Pajak.
4.   Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak
5.   Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6.   Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
ISI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang merupakan hukum pajak formil pada dasarnya berisikan tentang:
1.      Kewajiban dari wajib pajak
2.      Hak dari wajib pajak
3.      Wewenang atau hak pemerintah sebagai pemungut pajak
4.      Kewajiban pemerintah sebagai pemungut pajak
5.      Ketentuan tentang sanksi administrasi dan sanksi pidana atas pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan.

KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Kewajiban wajib pajak secara umum adalah melaksanakan ketentuan sebagaimana telah diatur di dalam undang-undang pajak serta petunjuk pelaksanaannya.

Kewajiban wajib pajak secara rinci adalah:
1.      Mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajb Pajak (NPWP)  dan melaporkan usahanya bagi pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
2.      Mengambil sendiri, mengisi dengan benar, lengkap, jelas dan menandatangani serta menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dalam batas waktu yang ditentukan
3.      Menghitung dan membayar atau menyetorkan sendiri pajak yang terutang dengan benar
4.      Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
5.      Bila diperiksa wajib:
a.      Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek pajak yang terutang pajak
b.      Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
c.       Memberikan keterangan yang diperlukan
6.      Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan

HAK WAJIB PAJAK
Hak wajib pajak secara umum adalah memperoleh bimbingan, penerangan dan pelayanan yang baik dari aparatur pajak (fiskus), serta memperoleh jaminan hukum terhadap rahasia perusahaan atau rahasia diri pribadi wajib pajak.

Hak wajib pajak secara rinci adalah sebagai berikut :
1.      Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan
2.      Mengangsur atau menunda pembayaran pajak dan memohon pengurangan besarnya angsuran pajak
3.      Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 bulan
4.      Mengajukan keberatan dan banding atas suatu ketetapan
5.      Meminta keterangan tertulis untuk keperluan pengajuan keberatan hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak
6.      Menerima tanda bukti pemasukan SPT
7.      Meminta pengembalian (restitusi) atau mengkompensasi kelebihan pembayaran pajak
8.      Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat keterangan yang salah
9.      Meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak, mengajukan surat keberatan dan permohonan pengurangan pajak
10.  Diwakili dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan ketentuan :
a.      Badan oleh pengurus
b.      Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
c.       Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan
d.      Badan dalam likuidasi oleh likuidator
e.      Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya atau
f.        Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya
11.  Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

WEWENANG PEMERINTAH ATAU APARATUR PAJAK (FISKUS) SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK
1.      Menetapkan tempat pendaftaran untuk memperoleh NPWP dan atau tempat pelaporan usaha untuk memperoleh Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain tempat yang telah ditetapkan
2.      Menerbitkan Nomor  Pokok Wajib Pajak dan atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya
3.      Atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran paling lama 12  bulan
4.      Menerbitkan Surat Ketetapan, yang terdiri dari :
a.      Surat Tagihan Pajak (STP)
b.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c.       Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
d.      Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
e.      Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
5.      Karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan bila terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung  dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan  terhadap :
a.      Surat Ketetapan Pajak (SKPKB,SKPKBT,SKPLB, SKPN)
b.      Surat Tagihan Pajak
c.       Surat Keputusan Keberatan
d.      Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
e.      Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar
f.        Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
6.      Melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
7.      Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya
8.      Mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar
9.      Melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
10.  Menagih Pajak melalui :
a.      Surat Tagihan Pajak,
b.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
c.       Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
d.      Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang Menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
Dalam hal tagihan pajak tidak dibayar dalam batas waktu yang ditentukan maka akan dikeluarkan surat teguran. Bila tagihan juga tidak dibayar oleh wajib pajak sebagaimana ditetapkan dalam surat teguran tersebut, maka penagihannya dapat dilakukan dengan menggunakan surat paksa

11.  Melakukan penagihan seketika dan sekaligus (tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran dalam surat ketetapan) dalam hal :
a.   Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu
b.   Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia
c.   Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya
d.   Badan usaha akan dibubarkan oleh negara
e.   Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan
12. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

KEWAJIBAN PEMERINTAH ATAU APARATUR PAJAK (FISKUS) SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK
Kewajiban yang utama dari fiskus adalah memberikan bimbingan, penerangan, penyuluhan kepada wajib pajak sehingga wajib pajak mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan aturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Kewajiban Fiskus secara rinci adalah sebagai berikut :
1.   Menerbitkan kartu NPWP dan surat keterangan terdaftar paling lambat 1 hari (pada hari kerja berikutnya) setelah permohonan pendaftaran beserta persyaratannya diterima secara lengkap
2.   Menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lambat 3 hari kerja berikutnya setelah pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap
(Dalam hal Wajib Pajak melakukan pendaftaran sekaligus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar, dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diterbitkan secara bersamaan paling lama 3  hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran dan pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap)
3.   Merahasiakan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
4.   Memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak, apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan
5.   Setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12  bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan Direktur Jenderal Pajak
Apabila setelah lewat jangka waktu 12 bulan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak lebih bayar harus diterbitkan dalam waktu paling lambat 1  bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
6.   Menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak paling lama 1 bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
7.   Menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3  bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Penghasilan dan paling lambat 1  bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Pertambahan Nilai
8.   Memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan dalam jangka waktu 6  bulan sejak tanggal permohonan diterima
9.   Memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima
10. Memberi keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan paling lama 6  bulan sejak tanggal permohonan diterima dan memberi keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar paling lama 6  bulan sejak tanggal permohonan  diterima
11. Menerbitkan surat keputusan atas permohonan mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang dalam surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah serta pajak penghasilan pasal 29 dalam jangka waktu 10  hari sejak permohonan diterima dengan lengkap
12. Setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak daiam jangka waktu 6 bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
13. Setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
FUNGSI NPWP
1.      Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
2.      Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan
3.      Dicantumkan di dalam setiap dokumen perpajakan

PENCANTUMAN NPWP
NPWP harus dicantumkan atau dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan antara lain :
1.      Formulir pajak yang dipergunakan wajib pajak, seperti SPT, SSP dan lain-lain
2.      Surat menyurat dalam hubungan perpajakan, seperti surat keberatan, banding dan lain-lain
3.      Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP. Misalnya surat perjanjian kredit dengan bank

DASAR DAN JANGKA WAKTU PENERBITAN NPWP

Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak didasarkan atas :
1.   Berdasarkan formulir pendaftaran wajib pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran beserta persyaratannya diterima secara lengkap.
2.   Secara jabatan oleh Dirjen Pajak
Penerbitan NPWP secara jabatan dilakukan apabila Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, namun tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftar.
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak.

TEMPAT DAN JANGKA WAKTU PENDAFTARAN UNTUK MEMPEROLEH NPWP

Tempat Pendaftaran Untuk Memperoleh NPWP

Tempat pendaftaran adalah pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak atau ke Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas yang melakukan kegiatan usaha dibeberapa tempat atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan tempat tinggal, selain mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, juga mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
Catatan :
Dalam hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berada dalam 2 atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Jangka Waktu Pendaftaran

1.   Untuk wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1  bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat usaha, atau pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
2.   Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya.

YANG WAJIB MENDAFTARKAN DIRI UNTUK MEMPEROLEH NPWP
Yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPW adalah Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif  yang meliputi :  
1.   Setiap Wajib Pajak Badan yang menjadi subjek pajak penghasilan, yaitu : perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
2.   Setiap Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan neto diatas penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
Penghasilan tidak kena pajak diberikan sebesar :
a.   Rp  13.200.000,-  untuk diri wajib pajak pribadi
b.   Rp  1.200.000,-  tambahan untuk wajib pajak kawin
c.   Rp 13.200.000,-  tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
d.   Rp  1.200.000,-  tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
3.   Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Catatan :
1.   Wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan tidak hidup terpisah atau tidak melakukan pemisahan penghasilan dan harta, hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan suaminya.
2.   Wanita kawin sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.

YANG TIDAK WAJIB MEMILIKI NPWP
Yang tidak diwajibkan untuk mendaftarkan diri guna memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak adalah :
1.      Orang pribadi yang memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP
2.      Orang pribadi atau badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak penghasilan
3.      Subjek Pajak Luar Negeri

PENGHAPUSAN NPWP

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak adalah tindakan menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan

Ketentuan Tentang Penghapusan NPWP
1. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan dalam hal:
a.   Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh :
1.   Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya karena Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
2.   Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha
3.   Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
Penghapusan NPWP dapat dilakukan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
4.   Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia
b.   Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
2.   Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi antara lain karena:
a.   Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan atau
b.   Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan
3.   Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap
4.   Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3 telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap dikabulkan.
5.   Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada angka 4, Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan penghapusan Nomor Pokok Wajib pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3 berakhir.

Catatan :

a.   Wajib pajak yang tidak diwajibkan untuk memiliki NPWP, bila memerlukan NPWP dapat mendaftarkan diri dan akan diberikan NPWP
b.   Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai Subjek Pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut.
c.   Setiap wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP
d.   Untuk perusahaan perseorangan, NPWP adalah atas nama pemilik perusahaan sedangkan untuk perusahaan berbentuk badan, NPWP adalah atas nama badan.
e.   Untuk perusahaan yang baru didirikan sebaiknya segera mempunyai  NPWP. Karena apabila menderita kerugian pada tahun pertama pendirian perusahaan tersebut, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan tahun-tahun berikutnya.









SURAT SETORAN PAJAK (SSP)
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan

FUNGSI SSP

1.      Sebagai sarana atau media yang digunakan untuk membayar pajak
2.      Sebagai bukti pembayaran pajak
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Pajak (NTPN).

TEMPAT PEMBAYARAN

Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di :
1. Kantor Pos atau
2. Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan

BATAS WAKTU PEMBAYARAN PAJAK

Batas waktu pembayaran pajak dapat dikelompokkan menjadi pembayaran masa, pembayaran kekurangan pajak terutang berdasarkan SPT Tahunan dan Pembayaran pajak karena terbitnya surat ketetapan atau surat keputusan.

1.         Pembayaran Masa
Pembayaran masa adalah pembayaran yang dilakukan pada setiap masa pajak.

Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melampaui 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran tersebut berakibat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

            Batas waktu pembayaran masa untuk setiap jenis pajak :
No.
JENIS PAJAK
BATAS WAKTU PEMBAYARAN
1.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan
Harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
2.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
3.
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh.
Harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
4.
PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri
Harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
5.
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh
Harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
6.
PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh
Harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
7.
PPh Pasal 25
Harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
8.
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor
Harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor
9.
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Harus disetor dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
10.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara.
Harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara
11.
PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
Harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
12.
PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak
Harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
13.
PPn atau PPn dan PPnBM yng terutang dalam satu Masa Pajak
Harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
14.
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk
Harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
15.
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk
harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
16.
PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa
Harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir
17.
Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa
Harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak

Catatan :
1.   Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya
2.   Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada catatan 1 termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah

2.   Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan
Kekurangan pembayaran  pajak yang terutang  berdasarkan  Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
3.  Pembayaran karena terbitnya Surat Ketetapan atau Surat Keputusan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

SANKSI BERKENAAN DENGAN PEMBAYARAN ATAU PENYETORAN PAJAK

1.   Pembayaran atau penyetoran pajak, yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh bulan.
2.   Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Catatan

1.   Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2.   Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3.   Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan pemotongan atau pemungutan.
      Pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan atau pegawai tetap, memberikan tanda bukti pemotongan paling lama 1 bulan setelah tahun kalender berakhir.
4.   Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan  jumlah  pajak  yang  harus  dibayar  bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak, ditagih dengan Surat Paksa.