Persoalan transfer pricing timbul lantaran adanya negara-negara yang masih menerapkan kebijakan tax haven. Setidaknya dibutuhkan lima sampai enam ribu auditor pajak yang kompeten agar risiko capital flight dapat dihindari.
Meski pendapatan negara sebagian besar diperoleh dari pajak, Pemerintah rupanya masih 'kelimpungan' mengatasi persoalan transfer pricing yang dilakukan berbagai perusahaan guna menghindari pungutan pajak. Masalah klasik ini tidak lebih dikarenakan masih adanya negara-negara yang tidak memiliki komitmen untuk memenuhi standar perpajakan internasional. Hal itu terjadi hampir di seluruh Negara yang sedang berkembang.
Sekedar informasi, transfer pricing menurut terminologi umum merujuk pada upaya rekayasa alokasi keuntungan antar beberapa perusahaan dalam satu grup perusahaan multinasional. Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Masalahnya transfer pricing sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi.
Tax haven sering diartikan sebagai negara atau otoritas yang tidak memiliki aturan perpajakan jelas dan tidak bersedia melakukan pertukaran informasi cukup tentang aturan perpajakan dengan negara lain. Masalah ini sempat dibahas dalam pertemuan G-20 di London, Inggris, kemarin. Dalam pertemuan itu disepakati, Menteri Keuangan dan pimpinan negara perlu membenahi persoalan 'lawas' ini. Sebab, tax haven diyakini sebagai salah satu penyebab krisis ekonomi global yang selama ini terjadi.
Banyak perusahaan dan lembaga keuangan, termasuk perbankan dunia yang memanfaatkan rezim ini melalui praktik transfer pricing, kemudian menciptakan akumulasi risiko yang terlalu besar.
Akibat dari tax haven, negara harus campur tangan untuk mengatasi imbas kerugian dengan menggunakan anggaran negara yang berasal dari setoran pajak. Untuk mengatasi masalah ini setidaknya dibutuhkan lima sampai enam ribu auditor pajak. Jumlah itu berarti dua atau tiga kali lipat dari auditor pajak yang kompeten yang ada saat ini. Saat ini, dari seluruh auditor pajak hanya separuh atau sekitar 2.000 pemeriksa yang memiliki kompetensi, integritas dan ahli di bidangnya.
Sumber : Investor Daily Indonesia