STRATEGI DAN METODE PENGENDALIAN MODERN
Mahasiswa dapat memahami pengen dalian strategi di tingkat korporat dan unit bisnis serta penerapan metode pengendalian modern 1. Strategi korporat
2. Strategi unit bsnis
3. JIT, TQM, CIM & DSS , BSC, CSR
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengendalian strategi korporat maupun unit bisnis, penerapar metode metode pengendalian modern seperti JIT, TQM, CIM dan DSS, BSC dan CSR Robert N. Anthony & Vijay Govindarajan , Management Control System, 12th Edition, McGraw-Hill, Boston, 2007.
pada Chapter 13, 14
Strategi adalah mendeskripsikan arah umum yang akan dituju suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.
Strategi terdapat 2 tingkatan :
1. strategi untuk organisasi keseluruhan
2. strategi untuk unit bisnis dalam organisasi
Tingkatan Strategi Isu Strategi Kunci Opsi Strategi Generik Tingkatan Organisasi Primer yang terlihat
Corporate level (tingkat korporat/organisasi keseluruhan) Apakah kita ada dalam bauran industri yang tepat?
Apakah industri atau subindustri yang harus kita masuk Industri tunggal
Diversifikasi yang berhubungan
Diversifikasi yang tidak berhubungan Kantor korporat
Bussiness unit level (tingkat unir bisnis) Apakah yang seharusnya menjadi misi dari unit bisnis tersebut.
Bagaimana unit bisnis harus bersaing untuk mewujudkan misinya? Membangun
Mempertahankan
Memanen
Menjual
Biaya rendah
Difernsiasi Kantor korporat dan manajer umum unit bisnis
Manajer umum unit bisnis
A. Startegi Tingkat Korporat
Strategi korporat adalah mengenai keberadaan di tengah-tengah bauran bisnis yang tepat. Strategi korporat lebih berkenaan dengan pertanyaan di mana sebaiknya bersaing dan bukannya bagaimana bersaing dalam industri tertentu; yang merupakan strategi unit bisnis.
a) Perusahaan-perusahaan dengan industri tunggal
Perusahaan industri tunggal menggunakan kompetensi intinya untuk mencapai pertumbuhan dalam industri tersebut.
b) Perusahaan dengan Diversifikasi yang Tidak Berhubungan
Tingkat keterkaitan mengacu pada hakikat hubungan sinergi operasi lintas unit bisnis yang berdasarkan pada kompetensi inti dan pembagian sumber daya umum.
c) Perusahaan dengan Diversifikasi yang Berhubungan
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan adalah perusahaan yang beroperasi dalam sejumlah industri dan bisnisnya saling berhubungan satu sama lain melalui sinergi operasi.
Sinergi operasi terdiri dari dua jenis hubungan lintas unit bisnis: (1) kemampuan untuk membagi sumber daya umurn, (2) kemampuan untuk membagi kompetensi inti umum. Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan menciptakan sinergi operasi adalah dengan membuat dua atau lebih unit bisnis menggunakan sumber daya yang sama seperti kekuatan penjualan, fasilitas manufaktur, dan fungsi perbekalan. Penggunaan sumber daya yang sama secara bersama-sama seperti ini membantu perusahaan untuk memperoleh manfaat dari skala dan ruang lingkup ekonomis.
Kantor korporat dalam perusahaan dengan diversifikasi yang berhubung mempunyai peran ganda: (1) serupa dengan suatu konglomerat, eksekutif kepala dari suatu perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan harus membuat keputus mengenai alokasi sumber daya lintas unit bisnis; (2) namun, tidak seperti konglomerat, eksekutif kepala dan perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan juga harus mengidentifikasi, memelihara, memperdalam, dan meningkatkan kompetensi inti tingkat korporat yang menguntungkan unit-unit bisnis yang beragam.
d) Kompetensi Inti dan Diversifikasi Korporat
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan mencapai kinerja tertinggi, perusahaan dengan industri tunggal mencapai kinerja terbaik kedua, dan perusahaan dengan diversifikasi yang tidak berhubungan tidak mencapai kinerja baik dalam jangka waktu panjang.
Hal ini disebabkan karena markas besar korporat, dalam perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan mempunyai kemampuan untuk mentransfer kompetensi inti dari satu unit bisnis ke unit bisnis yang lain. Kompetensi inti adalah kemampuan yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi dan menambah nilai signifikan bagi pelanggan.
e) Implikasi dari Desain Sistem Pengendalian
Strategi korporat adalah satu rangkaian dengan strategi industri tunggal di satu ujung spektrum dan diversifikasi yang tidak berhubungan di ujung lain (diversifikasi yang berhubungan ada di tengah spektrum). Syarat perencanaan dan pengendalian perusahaan yang menggunakan strategi diversifikasi tingkat korporat (yakni, tingkat dan jenis diversifikasi) begitu berbeda.
B. Strategi Unit Bisnis
Persaingan antarperusahaan dengan diversifikasi tidak berlangsung pada tingkat korporat. Kantor korporat dan perusahaan dengan diversifikasi tidak menghasilkan laba dari dirinya sendiri; melainkan pendapatan dihasilkan dan biaya ditanggung dalam unit-unit bisnis. Strategi unit bisnis berkenaan dengan bagaimana menciptakan dan memelihara keunggulan kompetitif dalam masing-masing industri yang telah dipilih oleh suatu perusahaan untuk berpartisipasi. Strategi unit bisnis bergantung pada dua aspek yang saling berkaitan: (1) misinya (“apakah tujuan keseluruhaunya?”) dan (2) keunggulan kompetitifnya (“bagaimana sebaiknya unit bisnis bersaing dalam industrinya untuk melaksanakan misinya?”).
Strategi Tingkat Korporat : Ikhtisar dari Tiga Strategi Generik
Jenis strategi korporat Perusahaan dengan industri tunggal Perusahaan dengan industri yang saling berhubungan Perusahaan dengan industri yang tidak saling berhubungan
Penyajian startegi dalam gambar
Fitur yang membedakan Bersaing hanya dalam satu industri Membagi dengan kompetensi inti secara lintas unit bisnis Merupakan perusahaan yang memiliki otonomi penuh dipasar yang sangat berbeda
Contoh : Mc Donald’s Corporation
Perdue Farms
Iowa Beef
Wrigley
Crown, Cork & Seal
Maytag
Texas Air
Ford Motor
Nucor Procter & Gambel
Emerson Electric
Corning Glass
Johnson & Johnson
Philip Morris
Dow-Corning
Du Pont
General Foods
Gillette
Texas Instruments
AT&T ITT
Textron
LIV
Litton
Rockwell
General Electric
Misi Unit Bisnis
Perangkat misi unit bisnis terdiri dari :
• Bangun : Misi ini menyiratkan tujuan menambah pangsa pasar, bahkan dengan mengorbankan laba jangka pendek dan arus kas (contoh, bioteknologi Merck, peranti elektronik Black and Decker).
• Pertahankan : Misi strategis ini diarahkan pada perlindungan pangsa pasar unit bisnis dan posisi persaingan (contoh, komputer mainframe IBM).
• Panen : Misi ini mempunyai tujuan memaksimalkan laba jangka pendek dan arus kas, bahkan dengan mengorbankan pangsa pasar (contoh, produk tembakau American Brands, bola lampu General Electric dan Sylvania).
• Divestasi : Misi ini menunjukkan suatu keputusan untuk mundur dan bisnis melalui proses likuidasi perlahan-lahan atau penjualan segera.
Kelemahannya :
1. Konsep tersebut berlaku pada produk yang tidak didiferensiasikan, basis persaingan utamanya adalah pada harga. Untuk produk-produk ini, menjadi pemain dengan biaya rendah adalah sangat penting. Pangsa pasar dan biaya rendah bukanlah satu-satunya cara untuk berhasil. Ada perusahaan yang memiliki pangsa pasar rendah yang memperoleh laba tinggi dengan menekankan pada keunikan produk dan biaya rendah seperti : Porsche dalam otomotif.
2. Dalam situasi tertentu, peningkatan dalam teknologi proses mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada pengurangan biaya per unit dibandingkan dengan volume kumulatif itu sendiri.
3. Kerja keras yang agresif untuk mengurangi biaya melalui produksi terkumulasi dari barang yang terstandardisasi dapat menimbulkan hilangnya fleksibilitas di pasar.
4. Komitmen pada konsep kurva belajar dapat sangat merugikan bila teknologi baru muncul dalam industri tersebut.
5. Pengalaman bukanlah satu-satunya pemicu biaya. Pemicu lain yang mempengaruhi perilaku biaya adalah: skala, lingkup, teknologi, dan kompleksitas. Perusahaan perlu dengan saksama mempertimbangkan pemicu biaya relevan yang berlaku untuk mencapai posisi biaya rendah.
Keunggulan Kompetitif Unit Bisnis
• Analisis Industri :
Struktur industri dianalisis dengan kekuatan kolektif dari lima kekeuatan persaingan :
1. Intensitas persaingan diantara para pesaing yang ada
Faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan secara langsung adalah pertumbuhan industri, perbedaan produk, jumlah dan keanekaragam pesaing, tingkat biaya tetap, kapasitas intermiten yang berlebihan, dan kendala untuk keluar dari industri.
2. Daya tawar pelanggan. Faktor faktor yang mempengaruhi daya beli adalah jumlah pembeli, biaya peralihan pembeli, kemampuan pembeli untuk mengintegraikan kembali, dampak produk dari unit bisnis pada biaya total pembeli, dampak produk unit bisnis pada kualitas/kinerja produk pembeli dan signifikansi volume unit bisnis bagi pembeli.
3. Daya tawar pemasok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan pemasok adalah jumlah pemasok, kemampuan pemasok untuk melakukan integrasi ke depan, kehadiran input subsitusi, dan penting nya volume unit bisnis bagi pemasok.
4. Ancaman dari barang subsitusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ancaman barang subsitusi adalah harga/kinerja relative barang subsitusi, biaya peliharaan pembeli, dan kecendrungan pembeli untuk menggunakan barang subsitusi.
5. Ancaman pendatang baru yang masuk industri . Faktor-faktor yang mempengaruhi kendala untuk masuk ke dalam industri adalah persyaratan modal, akses terhadáp saluran distribusi, skala ekonomis, diferensiasi kompleksitas teknologi dari produk atau proses, tindakan balasan yang diperkirakan dari perusahaan-perusahaan yang sudah ada, dan kebijakan pemerintah.
Ada tiga observasi yang dibuat sehubugan dengan analisis industri :
1. Semakin kuat lima kekuatan tersebut, semakin rendah kemungkinan profitabilitas dari industri itu. Dalam industri dengan profitabilitas rata-rata yang tinggi (seperti minuman ringan dan bahan farmasi), lima kekuatan itu lemah (misalnya, dalam industri minuman ringan, kendala untuk masuk tinggi). Dalam industri dengan profitabilitas rata-rata yang rendah (seperti baja dan batu bara), lima kekuatan itu kuat (misalnya dalam industri baja) ancaman dari barang substitusi çukup tinggi).
2. Bergantung pada kekuatan relatif dari lima kekuatan itu, masalah strategis kunci yang dihadapi oleh unit bisnis tersebut akan berbeda dari satu industri ke industri yang lain.
3. Memahami hakikat setiap kekuatan membantu perusahaan untuk merumuskan strategi yang efektif. Seleksi pémasok (masalah strategis) dibantu oleh analisis kekuatan relatif dari beberapa kelompok pemasok; unit bisnis harus berhubungan dengan kelompok pemasok yang akan memberi keunggulan kompetitif terbaik. Demikian juga, menganalisis daya beli relative dari beberapa kelompok pembeli akan mempermudah pemilihan segmen pelanggan yang dituju.
• Keunggulan Bersaing Generik
Unit bisnis mempunyai dua cara generik untuk merespons terhadap kesempatan dalam lingkungan eksternal dan mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan biaya rendah dan diferensiasi
Biaya Rendah Kepemimpinan biaya dapat diperoleh melalui beberapa pendekatan seperti skala ekonomis dalam produksi, dampak kurva belajar, pengendalian biaya yang ketat, dan minimalisasi biaya (dalam beberapa area seperti penelitian dan pengembangan jasa tenaga penjualan, atau periklanan). Diferensiasi Fokus utama strategi ini adalah melakukan diferensiasi penawaran produk yang dihasilkan oleh unit bisnis, sehingga menciptakan sesuatu yang dipandang oleh pelanggan sebagai sesuatu yang unik Pendekatan pada diferensiasi produk mehputi loyalitas merek (Coca-Cola dan Pepsi Cola dalam, minuman ringan), pelayanan pelanggan yang unggul (Nordstrom dalam ritel), jaringan dealer (Caterpillar Tractors dalam peralatan konstruksi), desam produk dan fitur produk (Hewlett-Packard dalam elektronika), dan teknologi (Cisco dalam infrastruktur komunikasi).
JUST IN TIME ( JIT )
1. Pengertian JIT
Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu organisasi.
JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:
• Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus di eliminasi.Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak perlu,misalnya persediaan sedapat mungkin nol.
• Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi.Sehingga produk rusak dan cacat sedapat mungkin nol,tidak memerlukan waktu dan biaya untuk pengerjaan kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli dapat meningkat.
• Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (Continuous Improvement)dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
• Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah.
JIT dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti misalnya pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.
A. Pembelian JIT
Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara:
• Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
• Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
• Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
• Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
• Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.
Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
• Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
• Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
• Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
• Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara individual
• Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
B. Produksi JIT
Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:
• Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
• Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu) produksi (konsep waktu tunggu nol).
• Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
• Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
• Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
• Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
• Waktu perpindahan
• Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
• Ruangan pabrik
• Biaya mutu
• Pembelian bahan
Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
• Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
• Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak langsung
• Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual
• Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”
2. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang ditemui dalam pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT mempunyai dampak pada:
• Meningkatkan Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
• Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.
• Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
• Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
• Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.
2.1. JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional.
Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull). Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:
1. Persediaan Rendah
2. Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
3. Filosofi TQC (Total Quality Control)
2.2. JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead
Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya digunakan bersama untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.
JIT TRADISIONAL
Sistem Pull-through
Persediaan tidak signifikan
Sel-sel pemanufakturan
Tenaga kerja terinterdisipliner
Pengendalian mutu (TQC)
Dsentralisasi jasa Sistem Push-through
Persediaan signifikan
Berstruktur departemen
Tenaga kerja terspesialisasi
Level mutu akseptabel (AQL)
Sentralisasi jasa
2.3. Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.
2.4. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan pada berbagai departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.
2.5. Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi berkurang
2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.
2.6. Pengaruh JIT pada Penilaian Persediaan
Salah satu masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai, dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat untuk membuat berbagai keputusan misalnya: (a) penetapan harga jual berdasar cost-plus, (b) analisis trend biaya, (c) analisis profitabilitas lini produk, (d) perbandingan dengan biaya para pesaing, (e) keputusan membeli atau membuat sendiri, dsb.
2.7. Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
Dalam penerapan JIT untuk penentuan order pesanan, pertama, perusahaan harus memisahkan bisnis yang sifatnya berulang-ulang dari pesanan khusus.Selanjutnya, sel-sel pemanufakturan dapat dibentuk untuk bisnis berulang-ulang.
Dengan mereorganisasi tata letak pemanufakturan, pesanan tidak membutuhkan perhatian yang besar dalam mengelompokkan harga pokok produksi. Hal ini karena biaya dapat dikelompokkan pada level selular. lagi pula, karena ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka tidak praktis untuk menyusun kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan pesanan akan menggunakan sifat sistem harga pokok proses.
2.8. Penentuan Harga Pokok Proses dan JIT
Dalam metode proses, perhitungan biaya per unit akan menjadi lebih rumit karena adanya persediaan barang dalam proses. Dengan menggunakan JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari periode sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.
2.9. JIT dan Otomasi
Sejak sistem JIT digunakan, biasanya hanya menunjukkan kemungkinan otomasi dalam beberapa hal. Karena tidaklah umum bagi perusahaan yang menggunakan JIT untuk mengikutinya dengan pemilikan teknologi pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk : (a) menaikkan kapasitas produksi, (b) menaikkan efisiensi, (c) meningkatkan mutu dan pelayanan, (d) menurukan waktu pengolahan, (e) meningkatkan keluaran.
Otomasi meningkatkan kemampuan untuk menelusuri biaya pada berbagai produk secara individual. sebagai contoh sel-sel FMS, merupakan rekan terotomasi dari sel-sel pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa biaya yang merupakan biaya yang tidak langsung dalam lingkungan tradisional sekarang menjadi biaya langsung.
2.10. Penentuan Harga Pokok Backflush
Penentuan harga pokok backflush mengeliminasi rekening barang dalam proses dan membebankan biaya produksi secara langsung pada produk selesai. Perusahaan menggunakan backflush costing jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut :
• Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana.
• Setiap produk ditentukan biaya standarnya.
• Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira mengasilkan informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan.
Ada dua perubahan relatif pada sistem konvensional yaitu :
• Perubahan Akuntansi Bahan
• Perubahan Akuntansi Biaya Konversi
3. Analisis Biaya-Volume-Laba
3.1 Analisis CPV Konvensional
Analisis biaya-volume-laba (CPV) konvensional menganggap bahwa semua biaya, produksi dan non produksi, dap[at digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu:
a. Biaya yang bervariasi dengan volume, disebut biaya variabel
b. Biaya yang tidak bervariasi dengan volume, disebut biaya tetap.
Dalam anlisis tersebut biaya dianggap sebagai fungsi linier volume penjualan sehingga persamaannya adalah:
L = P - B Dalam hal ini:
P = H X L = Laba bersih sebelum pajak
B = T + VX P = Pendapatan Total
Sehingga: B = Biaya Total
L = HX - T - VX H = Harga jual per unit
X(H - V) = L + T X = Unit atau volume produk yang
X = (L+T)/(H-V) T = Biaya tetap total
V = Biaya variabel per unit
3.2 Analisis CPV dalam JIT
Dalam sistem JIT,biaya variabel per unit produk yang dijual turun namun biaya tetapnya naik.Dalam JIT,biaya variabel berdasar batch tidak ada karena batch menjadi satu kali.Jadi,rumus biaya dalam JIT dapat digambarkan sebagai berikut:
B = T + V1X1 + V3X3
B = Biaya Total X1 = Jumlah unit
T = Biaya tetap X3 = Jumlah kegiatan
V1 = Biaya variabel berdasar unit penjualan (berdasar unit)
V3 = Biaya variabel berdasar non unit
4. Titik Impas
Titik impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapat laba maupun rugi.jadi dapat dikatakan kondisi pendapatan perusahaan dalam keadaan seimbang.
1. Sistem Konvensional
X = (I + F) / (P - V)
Dalam hal ini:
X = Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I = Laba sebelum pajak penghasilan
F = Total biaya tetap
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
4.2 Sistem JIT
X1 = (I + F1 + X2V2 ) / (P - V1)
Dalam hal ini:
X1 = Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I = Laba sebelum pajak penghasilan
F1 = Total biaya tetap
X2 = Jumlah kuantitas berbasis nonunit
V2 = Biaya variabel per basis non unit
P = Harga jual per unit V1 = Biaya variabel per unit
Ilustrasi :
PT. IKIP PGRI MADIUN, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang perakitan suku cadang menggunakan dua sistem biaya yang berbeda yaitu:
• Sistem biaya konvensional
• JIT
.Sistem biaya konvensional membebankan BOP menggunakan pengarah biaya (cost driver) berbasis unit. Sistem JIT menggunakan pendekatan yang terfokus pada penelusuran biaya dan penentuan harga pokok berbasis aktivitas untuk biaya yang tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan suatu sel pemanufakturan. Untuk mengetahui perbedaan antara kedua metode, berikut ini disajikan data biaya produksi untuk bulan desember 2010 :
ELEMEN BIAYA SISTEM BIAYA
KONVENSIONAL JIT
Bahan Baku
Tenaga kerja langsung
BOP Variabel berbasis unit
BOP Variabel berbasis non unit
BOP tetap langsung
BOP tetap bersama Rp 800
70
90
-
30
100
________________________________________Rp 1.090 Rp 800
100
20
30
30
20
________________________________________ Rp 1.000
Diminta:
• Hitunglah jumlah maksimum dari masing-masing sistem biaya yang harus dibayar seandainya perusahaan memutuskan untuk membeli pada pemasok luar.
• Bila diketahui perusahaan berproduksi pada kapasitas 1500 unit dengan harga jual Rp 1.100, susunlah laporan L/R untuk periode yang bersangkutan
• Lakukan analisis terhadap kasus tersebut.
Penyelesaian :
1. Jumlah maksimum yang harus dibayar kepada pemasok luar, biasa dianggap sebagai biaya terhindarkan yang harus diputuskan oleh perusahaan tersebut.
Biaya yang dapat dihindarkan:
• Sistem biaya konvensional = Rp 800 + 70 + 90 + 30 = Rp 990
• Sistem biaya JIT = Rp 800 + 100 +30 +20 +30 = Rp 980
2. Laporan L/R IKIP PGRI MADIUN
KETERANGAN SIST. KONVENSIONAL SIST. JIT
Penjualan :
( 1500 u x Rp 1.100)
Biaya Variabel :
(Rp 9601) x 1.500 u)
(Rp 8202) x 1.500 u)
Laba Kontribusi
Biaya Tertelusur :
Bi. variabel berbasis non unit
Bi. tetap langsung
Jumlah Biaya Tertelusur
Laba Langsung Produk Rp 1.650.000
1.440.000
________________________________________210.000
________________________________________-
45.000
________________________________________45.000
________________________________________165.000 Rp 1650.000
1.230.000
________________________________________
420.000
________________________________________45.0003)
195.004)
________________________________________240.000
________________________________________180.000
1) Rp 800 + Rp 70 + Rp 90 = Rp 960
2) Rp 800 + Rp 20 = Rp 820
3) Rp 30 x 1.500 u = Rp 45.000
4) (Rp 100 + Rp 30) x 1.500 u = Rp 195.000
3. Sistem penentuan harga pokok konvensional menyediakan laporan yang menunjukkan profitabilitas produk sedangkan sistem JIT menunjukkan adanya efisiensi karena JIT dapat mengubah beberapa jenis biaya mis: Biaya tenaga kerja langsung menjadi biaya tetap langsung.
Total Quality Management (TQM)
Total Quality Management (Bahasa Indonesia manajemen kualitas total) adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah "suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat."
Definisi pendeknya, TQM adalah costumer focus dan company-wide dengan melakukan
• aktifitas pendekatan sistem
• aktifitas pendekatan ilmiah
sehingga untuk menjadi perusahaan yang terunggul sebuah perusahaan memberikan kepuasan konsumen melalui produk yang dihasilkan dan jasa kemudian hasilnya untuk meningkatkan unjuk kerja perusahaan.
Filosofi dasar dari TQM adalah "sebagai efek dari kepuasan konsumen, sebuah organisasi dapat mengalami kesuksesan."
Kendaraan yang digunakan dalam TQM:
1. Manajemen Harian
2. Manajemen Kebijakan
3. Manajemen Cross-functional
4. Gugus Kendali Mutu
TQM telah digunakan secara luas dalam manufaktur, pendidikan, pemerintahan, dan industri jasa, bahkan program-program luar angkasa dan ilmu pengetahuan NASA.
Flandy Tjipto 1996, mendefinisikan bahwa TQM adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.
Total Quality Management didefinisikan sebagai konsep perbaikan yang dilakukan secara terus menerus, yang melibatkan semua karyawan di setiap level organisasi, untuk mencapai kualitas yang ‘exellent’ dalam semua aspek organisasi melalui proses manajemen (Dipietro,1993;Greg et al,1994). Pengertian TQM secara rinci (Handoko,1998):
1. Pengertian Total
Menunjukkan bahwa TQM merupakan strategi organisasional menyeluruh yang melibatkan semua jenjang dan jajaran manajemen dan karyawan. Setiap orang terlibat dalam proses TQM. Lebih lanjut, kata “total” berarti bahwa TQM mencakup tidak hanya pengguna akhir dan pembeli eksternal saja, tetapi juga pelanggan internal, pemasok bahkan personalia yang mendukung.
2. Pengertian Kualitas
Bukan berarti sekedar produk bebas cacat, tetapi TQM lebih menekankan pelayanan kualitas. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan, bukan organisasi atau manajer departemen pengendalian kualitas. Kenyataan bahwa ekspektasi pelanggan bersifat individual, tergantung pada latar belakang sosial ekonomis dan karakteristik demografis, mempunyai implikasi penting : kualitas bagi seorang pelanggan mungkin tidak sama bagi pelanggan lain. Tantangan TQM adalah menyajikan kualitas bagi pelanggan.
3. Pengertian Manajemen
Mengandung arti bahwa TQM merupakan pendekatan manajemen, bukan pendekatan teknis pengendalian kualitas yang sempit. Pendekatan TQM sangat berorientasi pada manajemen orang. Implementasi TQM mensyaratkan berbagai perubahan organisasional dan manajerial total dan fundamental, yang mencakup misi, visi, orientasi strategic, dan berbagai praktek manajemen vital lainnya.
PRINSIP-PRINSIP TQM
Prinsip-prinsip TQM harus bersumber dari atas ke bawah dan beroperasi dari bawah ke atas, bila diinginkan berjalan secara efektif, ini bisa dicapai bila organisasi menganut sistem Desentralisasi.
Gambar Struktur Pelaksanaan TQM
SKEMA CAKUPAN TQM DALAM SUATU ORGANISASI
Pendekatan Desentralisasi berbeda secara radikal dari pendekatan sentralisasi, bahkan merupakan kebalikannya. Struktur Desentralisasi berdasarkan tim, bukan fungsi. Fokus supervise dipusatkan pada output bukan input. Kesadaran penyelesaian pekerjaan berada pada tim, bukan pada pekerjaan masing-masing orang. Orientasi ini mempengaruhi setiap aspek operasional dan interaksi sistem manajemen, bukan hanya struktur tetapi juga aspek dari karakteristik organisasi, budaya, dan iklim kerja. Pendekatan ini memperhitungkan sepenuhnya aspek semangat manusia dan sistem manusia.
Pada banyak perusahaan di Jepang, kegiatan pengendalian mutu ini selalu dilaksanakan tidak saja dalam hal yang bersifat teknis ataupun pada bidang menufaktur saja, akan tetapi juga dilaksanakan dalam bidang bisnis, administrasi, pengendalian dan bidang lainnya.
Setiap anggota atau karyawan perusahaan, mulai dari pimpinan paling atas hingga buruh pabrik dilibatkan dengan kegiatan-kegiatan mutu tersebut. Para buruh tersebut melaksanakan kegiatan pengendalian mutu tersebut secara berkelompok yang dikenal dengan nama “Gugus Kendali Mutu (GKM) atau Quality Control Cycle (QCC). Mereka berinteraksi secara aktif baik dengan rekan-rekan dalam lingkungannya maupun dengan pihak-pihak yang berada di luar perusahaan guna mencari manfaat bersama.
Dale H. Besterfield 1995, menyatakan bahwa untuk dapat berhasil dengan baik, penerapan sistem TQM harus berpedoman pada enam prinsip dasar yang menjadi acuannya. Keenam prinsip tersebut adalah :
1. Kesediaan manajemen dalam melibatkan seluruh pendukung organisasi
2. Fokus pada pelanggan internal dan eksternal
3. Melibatkan dan menggunakan secara efektif seluruh kekuatan organisasi
4. Perbaikan secara terus menerus atas bisnis dan proses produksi
5. Melakukan pemasok sebagai teman
6. Menetapkan keberhasilan kinerja proses
Bill Creech 1995, menyatakan bahwa program TQM harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya, yaitu :
1. Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap proses dan produk
2. Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya dan memberikan inspirasi
3. Program TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang pada semua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama bisa jadi kenyataan
4. Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip kebijaksanaan dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi
Inti dari TQM adalah bagaimana kepuasan kepada Customer, baik itu mutu pelayanan dan mutu produk. Semuanya bisa dicapai jika proses, sistem dan people saling terkait satu sama lain. Dan semuanya itu dibarengi oleh commitment terhadap pencapaian perbaikan mutu serta mengkomunikasikan tujuan semua lini. Pencapaian ini juga akan sangat dipengaruhi oleh budaya kerja organisasi.
MANFAAT TQM
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan TQM, khususnya bagi pelanggan, perusahaan maupun bagi staf dan karyawan. Manfaat tersebut didasarkan pada sistem kerja dari program TQM yang berlandaskan pada perbaikan berkesinambungan atau berkelanjutan. Hal ini akan mengurangi berbagai bentuk pemborosan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Kedua faktor itu pada akhirnya akan meningkatkan profit.
Manfaat TQM bagi perusahaan adalah :
1. Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2. Staf lebih termotivasi
3. Produktivitas meningkat
4. Biaya turun (cost reduction)
5. Produk cacat berkurang
6. Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat
7. Membantu terciptanya teamwork
8. Membuat perusahaan lebih sensitive terhadap kebutuhan pelanggan
9. Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
Manfaat TQM nagi customer :
1. Pelanggan lebih diperhatikan
2. Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk ataupun pelayanan
3. Kepuasan pelanggan terjamin
PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN SISTEM PDCA
Konsep PDCA merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa henti tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik.
1. Mencari permasalahan
2. Mencari penyebab permasalahan
3. Meneliti penyebab masalah yang dominant
4. Membuat rencana perbaikan
5. Melaksanakan tindakan perbaikan
6. Meneliti hasil tindakan perbaikan
7. Standarisasi
8. Membuat rencana berikutnya
Gambar Relationship between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle
Dari berbagai macam manfaat implementasi TQM tersebut, tidak berarti bahwa setiap implementasi program TQM perusahaan pasti akan memperoleh manfaat seperti itu. Banyak perusahaan yang gagal memperoleh manfaat dalam implementasi program TQM, padahal mereka telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Kegagalan tersebut disebabkan beberapa faktor berikut, yaitu :
1. Manajemen puncak tidak melihat suatu alasan untuk berubah
2. Manajemen puncak tidak memperhatikan dan tidak mnegikutsertakan karyawan
3. Manajemen puncak tidak bertanggungjawab terhadap program TQM dan penerapannya didelegasikan pada pihak lain
4. Manajemen dan karyawan tidak sepakat pada apa yang terjadi
5. Perusahaan kehilangan minat pada program TQM setelah enam bulan sebagai akibat kurangnya komitmen
6. Tujuan yang tidak jelas dan tidak ada target atau pengukuran atau pengukuran kinerja sehingga kemajuan tidak bisa diukur
RODA MANAJEMEN MUTU
Pelaksanaan TQM pada organisasi jasa juga menuntut adanya siklus yang berjalan secara terus-menerus yang meliputi perencanaan (plan), pendidikan atau pelatihan (tran), tindakan atau pelaksanaan (action), pemeriksaan (monitor), perbaikan (improve), dan peninjauan (review)
Plan
Review Train
Improve Action
Monitor
Gambar Roda Manajemen
Kunci keberhasilan dalam penyediaan jasa kepada para pelanggan, antara lain :
1. Menetapkan siapakah pelanggan organisasi atau perusahaan jasa tersebut
2. Menanyakan kepada para pelanggan apa yang menjadi keinginan dan harapannya
3. Memberitahukan secara jujur kepada pelanggan apa yang mampu diberikan kepada mereka
IMPLEMENTASI TQM
Jika perusahaan telah memutuskan untuk mengimplementasikan program TQM, maka perencanaanya harus dilakukan oleh manajemen puncak dan informasikan kepada seluruh karyawan. Pimpinan puncak harus menetapkan tujuan yang harus dicapai dari implementasi program TQM, seperti, apa yang harus diubah? apakah tujuannya ingin berdayakan karyawan? apakah ingin meningkatkan loyalitas pelanggan? Tujuan yang diterapkan secara jelas, menunjukkan bahwa pimpinan mengetahui apa yang dicari dan ini menjadi dasar untuk dapat mengorganisasikan program TQM mencapai tujuannya.
Agar implementasi porgran TQM berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, diperlukan persyaratan sebagai berikut :
1. Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari manajemen puncak
2. Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3. Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas
4. Memilih coordinator (fasilitator) program TQM
5. Melakukan bechmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6. Merumuskan nilai (value), visi (vision), dan misi (mission)
7. Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8. Merencanakan investasi program TQM
9. Mengambil pelajaran dari kegagalan program TQM
Keberhasilan TQM dalam berbagai bentuk implementasinya telah diakui oleh pelaku bisnis di dunia maupun oleh para akademisi terkemuka, menunjukkan suatu bukti bahwa TQM merupakan salah satu sistem manajemen kualitas yang dapat diandalkan untuk meningkatkan daya saing sampai saat ini. Jepang sebagai contoh Negara yang berhasil memanfaatkan TQM walaupun Jepang bukan yang menemukan gaya TQM. Keberhasilan Jepang tersebut tentu saja dilandasi oleh komitmen dan keterlibatan secara penuh dari seluruh karyawan dalam penerapannya, tidak setengah-setengah dan bersifat kemanusiaan, yaitu mengikutsertakan, memberi inspirasi dan memberlakukan karyawan secara manusiawi dalam mencapai kualitas.
Memang diakui bahwa tidak semua perusahaan maupun organisasi yang menerapkan TQM sekarang ini dapat bekerja dengan baik dan bahkan beberapa perusahaan sama sekali tidak dapat menghasilkan perbaikan kinerja yang memadai, dengan kata lain telah gagal dalam penerapannya. Kegagalan penerapan TQM ini telah membuat banyak kritik yang dilontarkan oreng terhadap TQM.
Kegagalan TQM dalam penerapannya tidaklah berarti TQM salah dalam konsep dan telah kehilangan kegunaanya. Penerapan TQM yang menyimpang dari prinsip-prinsipnya dan tidak lengkap, mengakibatkan perusahaan yang menerapkannya secara menyeluruh dan sesuai dengan prinsip TQM. Untuk menghindari kegagalan dalam penerapan TQM, perusahaan harus mendalami dan memahami bagaimana struktur program TQM harus dibuat.
CORPORATE INFORMATION MANAGEMENT (CIM)
Corporate Information Management atau Sistem Informasi Management Perusahaan adalah suatu proses untuk pembentukan strategi , merencanakan pasokan untuk informasi masa yang akan datang, proses meningkatkan nilai utilitas sumber daya informasi yang tersedia, memastikan kepatuhan terhadap informasi perundang-undangan yang berlaku dan juga meningkatkan laba atas investasi di teknologi informasi.
Jika dilihat dari pengertiannya dapat dipahami bahwa SIM merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk menentukan strategi, merencanakan pasokan, meninggkatkan mutu,mematuhi perundang-undangan bahkan meningkatkan keuntungan untuk perusahaan tersebut.
Atau dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari interaksi sistem-sistem yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian.
ENAM DIMENSI DI DALAM CIM
1) Membangun Ide yang Strategi
Dengan adanya perubahan dalam tren yang begitu pesat, maka manajemen informasi perusahaan bertugas untuk mengidentifikasi sumber informasi eksternal yang dapat dipercaya dan membangun sistem rasa dan respon yang memungkinkan tren bisnis melacak dan memberikan informasi yang diinterpretasikan untuk respon tindakan yang tepat.
2) Perencanaan untuk kebutuhan masa depan
Dengan pesatnya perubahan dalam tren yang berlaku, hal taersebut dapat menimbulkan ide atau inisiatif bisnis yang baru. Dengan adanya ide atau informasi dan inisiatif yang baru hendaknya perusahaan tidak langsung untuk menciptakan kebutuhan dari ide tersebut, melainkan harus melalui proses perencanaan yang matang dan juga dalam pengambilan keputusan untuk memproduksi. Dengan perencanaan yang matang daqn pengambilan keputusan yang tepat maka akan tercipta keberhasilan bukanlah resiko yang menjurus pada kegagalan bisnis pada perusahaan.
3) Meningkatkan nilai utilitas informasi yang tersedia
Dalam hal meningkatkan nilai utilitas informasi yang tersedia, manajemen informasi perusahaan harus memastikan bahwa informasi yang berkualitas tinggi berada tepat di tangan orang-orang berkualitas tinggi. Dalam ini bertujuan perbedaan antara Teknologi Informasi dan sumber daya manusia membaur menjadi satu. Pada dasarnya manajemen informasi perusahaan menjamin proses yang berkesinambungan antara bisnis dan Teknologi Informasi dan juga untuk memastikan informasi yang tepat tersedia untuk mengamankan kelancaran proses bisnis.
4) Menghilangkan informasi yang berlebihan
Banyaknya informasi yang masuk kedalam perusahaan dari berbagai sumber membuat informasi menjadi berlebihan bahkan menimbulkan ketidakbergunaan informasi. Dengan hal tersebut maka manajemen informasi perusahaan harus mengidentifikasi informasi apa yang benar-benar dibutuhkan dalam bisnis ini dan informasi apa yang seharusnya tidak lagi diberikan. Dengan pengelolaan yang baik yang bersal dari sumber-sumber informasi yang akurat maka biaya teknologi informasi yang berlebihan dapat dikurangi.
5) Memastikan kepatuhan terhadap undang-undang
Legislasi adalah penangkapan dengan kekhasan era informasi. Legislasi menuntut bahwa suatu perusahaan melindungi informasi klien terhadap penyalahgunaan. undang-undang lainnya adalah di tempat untuk mengamankan hak pemegang saham untuk memiliki akses ke informasi yang berkualitas untuk membuat keputusan investasi. Manajemen informasi perusahaan harus terus-menerus menginterpretasikan persyaratan hukum dan memastikan bahwa semua langkah berada dalam proses yang berjalan didalam suatu perusahaan patuh terhadap undang-undang atau tidak menyalgunakan peraturan yang ada.
6) Meningkatkan laba atas investasi di teknologi informasi
Pengembalian investasi menunjukkan peningkatan jumlah pendapatan yang dihasilkan, penurunan biaya teknologi informasi dan pengurangan risiko bisnis. Manajemen informasi perusahaan memastikan bahwa setiap potensi sumber daya teknologi informasi adalah sepenuhnya dieksploitasi oleh bisnis. Seorang yang mengatur manajemen informasi perusahaan merupakan kunci utama untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh informasi di perusahaan dengan memastikan bahwa informasi yang cukup terlindung dari penyalahgunaan dan pelecehan.
KOMPONEN DALAM SIM
Penentuan Tujuan dan Sasaran
Suatu organisasi dibentuk dan dikelola untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam rangka penentuan juga pencapaian tujuan tersebut maka dibutuhkan informasi-informasi yang dapat memberikan gambaran kasar atau global tentang kecenderungan-kecenderungan yang mungkin terjadi, baik secara internal organisasi itu sendiri maupun pada lingkungan di mana organisasi bergerak.
Perumusan Strategi
Keseluruhan upaya pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi memerlukan strategi yang mantap dan jelas. Salah sat instrumen ilmiah yanng umum digunakan dalam penentuan strategi organisasi ialah analisis SWOT, yaitu Strengths (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunities (Peluang), dan Threats (Ancaman). Agar analisis SWOT benar-benar ampuh sebagai instrumen pembantu dalam penentuan dan pelaksanaan strategi organisasi, diperlukan informasi menngenai kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang mungkin dihadapi oleh organisasi tersebut.
Perencanaan
Strategi yang telah dirumuskan dan ditetapkan memerlukan penjabaran melalui penelenggaraan fungsi perencanaan. Karena perencanaan merupakan salah satu hal yang penting dalam organisasi, perlu diketahui secepat mungkin berbagai resiko dan faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan tujuan dan strategi organisasi. Informasi-informasi yang dibutuhkan dalam proses perencanaan adalah 5 W 1 H, yaitu what(apa), when(kapan), where(di mana), who(siapa), why(mengapa), dan how(bagaimana).
Penyusunan Program Kerja
Penyusunan program kerja merupakan rincian sistematis dari rencana kerja jangka waktu menengah. Keenam pertanyaan di atas harus terjawab dalam penyusunan program kerja dimana ia harus bersifat kuantitatif, menyatakan secara jela dan konkrit hasil yang diharapkan, standar kinerja jelas, mutu hasil pekerjaan ditetapkan secara pasti, dan program kerja disusun sedemikian rincinya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan operasional.
Penyusunan program kerja mencakupi : pengorganisasian, pergerakan SDM, pengawasan, penilaian, dan sistem umpan balik.
FUNGSI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
Didalam SIM ini terdapat beberapa fungsi yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan, diantaranya :
• Pencarian data
• Penginformasian data kepada user (dapat berupa report text, dalam bentuk tabel, atau dalam bentuk grafik)
• Penyimpanan data
STUDY KASUS UNTUK MENGULAS CIM
Pada beberapa perusahaan, terdapat perusahaan yang mengatur cashflow proyeknya secara terpusat dimana inflow perusahaan yang hanya berasal dari pembayaran termyn proyek dikumpulkan di pusat kemudian setelah dari pusat baru uang tersebut digunakan untuk outflow operasional proyek dan perusahaan. Selama ini Manajemen cashflow secara terpusat yang dilakukan masih kurang baik. Cashflow perusahaan seringkali negatif untuk beberapa periode waktu tertentu. Hal ini pada akhirnya menimbulkan keterlambatan pada proyek-proyek. Dalam penelitian ini akan dibuat suatu Sistem Manajemen Informasi yang dapat digunakan untuk memberikan informasi cashflow rencana secara lebih komprehensif dan cepat. Metodologi penelitian yang dipakai dalam penyusunan Sistem Manajemen Informasi adalah the waterfall method.
Metode ini melakukan penyusunan Sistem Manajemen Informasi secara berurutan melalui proses planning, scoping, analysis, dan design, dimana masing masing proses tidak dapat dimulai sebelum proses pendahulunya selesai dilakukan.
Sistem Manajemen Informasi yang dibuat kemudian diimplementasi ke proyek-proyek perusahaan yang dalam penelitian ini dimisalkan, PT. X antara bulan Agustus 2009 – Maret 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem Manajemen Informasi yang dibuat tersusun atas tampilan dan database yang terdiri atas beberapa entitas. Dari Studi Kasus didapatkan juga bahwa Sistem Manajemen Informasi yang dibuat dapat memberikan output rencana Scheduling Waktu pelaksanaan proyek-proyek dan Scheduling Cashflow perusahaan secara akurat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem informasi manajemen perusahaan sangatlah penting dalam mengelola, memperbaiki, bahkan memajukan suatu perusahaan. Jika tidak ada sistem informasi manajemen yang baik dapat dipastikan bahwa perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau gulung tikar seiring dengan waktu.
DECISION SUPPORT SYSTEM
Istilah dari decision support system telah digunakan dengan banyak cara (Alter 1980) dan menerima banyak definisi yang berbeda menurut pandangan dari sang penulis (Druzdzel dan Flynn 1999). Finlay (1994) dan lainnya mendefiniskan DSS kurang lebih sebagai sebuah sistem berbasis komputer yang membantu dalam proses pengambilan keputusan.
Turban (1995) mendefinisikan secara lebih spesifik dengan, sesuatu yang interaktif,flexible dan dapat menyesuaikan diri(adaptable) dari sistem informasi berdasarkan komputer, khususnya pengembangan untuk mendukung pemecahan masalah dari non-struktur management, untuk meningkatkan pengambilan keputusan. Dengan menggunakan data, mendukung antar muka yang mudah digunakan dan memberikan wawasan untuk sang pengambil keputusan.
Definisi lainnya bisa jadi gugur dibandingkan dengan dua pandangan ekstrim berikut, Keen dan Scott Morton (1978), DSS adalah dukungan berdasar kan komputer untuk para pengambil keputusan management yang berurusan dengan masalah semi-struktur. Sprague dan Carlson (1982), DSS adalah sistem berdasarkan komputer interaktif yang membantu para pengambil keputusan menggunakan data dan model-model untuk memecahkan masalah yang tak terstruktur(unstructured problem). Menurut Power (1997), istilah DSS mengingatkan suatu yang berguna dan istilah inklusif untuk banyak jenis sistem informasi yang mendukung pembuatan pengambilan keputusan. Dia dengan penuh humor menambahkan bahwa jika suatu sistem komputer yang bukan OLTP, seseorang akan tergoda untuk menyebutnya sebagai DSS.
Seperti yang kita lihat, DSS memiliki banyak arti dengan maksud yang kurang lebih hampir sama, yaitu suatu sistem komputer yang berguna bagi para pengambil keputusan untuk memecahkan masalah mereka yang kurang lebih berhadapan dengan masalah non-struktur atau semi-struktur
Balanced ScoreCard (BSC)
Pengertian
• “It is a holistic methodology that converts an organization’s vision and strategy into a comprehensive set of linked performance and action measures that provide the basis for successful strategic measurement and management.” (Voelker, Kathleen E., et all, 2001).
• “A multidimensional framework for describing, implementing, and managing strategy at all levels of an enterprise by linking objectives, initiatives, and measures to an organization’s strategy.” (Kaplan and Norton 1996).
• “The BSC is an integrated resultsoriented set of key-performance measures, including financial and nonfinancial measures, which comprise current performance and drivers of future performance.” (Beard , Deborah F.).
• Dari pengertian BSC yang dikutip diatas, maka dapat disimpulkan, BSC adalah sebuah kertas kerja yang digunakan untuk mengatur proyek yang dikerjakan, mengukur kinerja dari staf maupun tim, dan memberikan hasil kepada managerial dalam pengambilan keputusan yang nantinya keputusan ini akan mempengaruhi visi dan misi serta objektif dari perusahaan.
Karakteristik
Menurut John Sterling pada jurnalnya yang berjudul “Using The Balanced Scorecard In A Sophisticated Law Firm” tahun 2007, terdapat 4 (empat) karakteristik dalam kertas kerja BSC ini, yaitu:
1. Pengukuran Finansial: pengukuran ini mendefinisikan kebutuhan dari stakeholders dan ekspetasi dari perusahaan. Dalam beberapa kalangan, BC dianggap sebagai reaksi berfokus terhadap nilai pemegang saham. Itu adalah kesimpulan yang salah. Penulis hanya mendefinisikan kebutuhan manajemen untuk mengukur unsur-unsur lain dari strategi dan operasi jika hal itu dipandang akan memberikan hasil keuangan yang lebih baik.
2. Pengukuran terhadap pelanggan: pengukuran ini lebih berfokus bagaimana perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan dan mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Beberapa yang diukur adalah fleksibilitas, inovasi, tanggung jawab, dan lainnya yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
3. Pengukuran terhadap pengembangan dan pembelajaran: pengukuran ini lebih berfokus pada bagaimana perusahaan menerapkan perubahan dalam organisasi dan mengembangkan sektor-sektor yang masih perlu peningkatan.
4. Pengukuran terhadap bisnis proses perusahaan: pengukuran ini berfokus pada bagaimana perusahaan meningkatkan bisnis proses terhadap strategi bisnis, sehingga bisnis perusahaan dapat berjalan dengan baik dan meningkat.
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
• Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
• Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
• Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayanan puma jual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Dalam konteks global, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, yang dapat artikan sebagai profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Saat ini belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi:
World Business Council for Sustainable Development: Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.
International Finance Corporation: Komitmen dunia bisnis untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.
Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.
Canadian Government: Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang.
European Commission: Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.
CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.
International Organization for Standardization, sebuah lembaga sertifikasi internasional, saat ini sedang melakukan pengembangan standar internasional ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility yang juga memberikan definisi CSR. Meskipun pedoman CSR standar internasional ini baru akan ditetapkan tahun 2010, draft pedoman ini bisa dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah:
”Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan¬keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan para pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3, 2007)”.
Berdasarkan pedoman ini, CSR tidaklah sesederhana sebagaimana dipahami dan dipraktekkan oleh kebanyakan perusahaan. CSR mencakup tujuh komponen utama, yaitu: the environment, social development, human rights, organizational governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer issues.
Di Indonesia, CSR semakin menguat setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007, dimana dalam pasal 74 antara lain diatur bahwa :
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Pasal 74 ayat 1 disebutkan bahwa Perseroan (mengacu pada UU No.40/2007 Pasal 1 ayat 1 bahwa Perseroan diartikan sebagai Perseroan Terbatas) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun tidak dijelaskan apakah hal tanggung jawab yang sama juga diwajibkan bagi entitas usaha yang tidak berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Sehingga, hal ini dapat menimbulkan penafsiran bahwa entitas usaha yang tidak berbentuk Perseroan Terbatas tidak diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (mengacu pada UU No. 40/2007 Pasal 1 ayat 3 definisi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya).
Selanjutnya, bunyi pasal 74 ayat 1 tersebut menimbulkan pertanyaan lain yaitu apakah Perseroan Terbatas yang tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam dapat diartikan tidak diwajibkan melaksanakaan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Selain itu, UU PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR "dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran". PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah (belum terbit).
Peraturan lain yang menyinggung CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa "Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan." Meskipun UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional.
Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.:Per-05/MBU/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti diketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat. Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar maksimal 2 persen yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.
Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset paling banyak Rp 1 miliar per tahun. Namun, UU ini pun masih menyisakan pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, Program Kemitraan perlu dikritisi sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008), kegiatan Kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan namun di sini masih ada unsur bisnisnya (profit motive). Masing-masing pihak harus memperoleh keuntungan.